Di Manakah Tempat Para Sufi Berkumpul Ketika Era Ottoman?
Para sufi sangat dihormati pada era Ottoman
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Ada tempat yang disebut takaya pada Era Kesultanan Ottoman. Takaya dikenal sebagai tempat para darwis (sufi) berkumpul, belajar, beribadah dan menjalankan kehidupan normal mereka.
Dalam bahasa Arab, asal kata "takaya" dikaitkan dengan "bersandar", yang memiliki arti yang sama dalam bahasa Turki.
Adapun orientalis Prancis Clement Howart, berpendapat asal kata "takaya' mengacu pada kata Persia, yang berarti "kulit". Kemudian "takaya" ini digunakan para sufi sebagai simbol zuhud dan hidup dalam kesederhanaan.
Ide awal munculnya tempat takaya, dimulai sejak sebelum berdirinya Kesultanan Ottoman, yakni ketika Kesultanan Mamluk menguasai Mesir dan Levant.
Di era Kesultanan Mamluk, tempat yang pada era Ottoman bernama takaya itu disebut Khanqah.
Khanqah didirikan para sultan dan pembesar untuk menjaga para penuntut ilmu dan orang-orang yang terputus dari ibadah.
Di tempat itulah, orang-orang yang ada di dalamnya mendapatkan berbagai fasilitas hidup, seperti makanan, tempat tidur, dan sebagainya.
Namun, peranan Takaya selama era Ottoman berbeda dari Khanqah di era Kesultanan Mamluk. Sebab, mereka yang tinggal di Takaya di era Ottoman berperan penting dalam menjalankan urusan negara.
Bahkan terkadang memengaruhi keputusan sultan. Atau mendukung sultan melaksanakan tujuannya, serta berpartisipasi dalam mengarahkan orang dan dalam konflik bersenjata.
Arsitek Amerika kontemporer yang juga penulis buku Takaya of Sufi Dervishes, Raymond Lifchez, menuliskan bahwa Islam meninggalkan jejak yang jelas pada arsitektur di seluruh Kesultanan Utsmaniyah, terutama di ibu kota Istanbul, yang dipenuhi dengan masjid, sekolah, dan panti jompo.
Masjid dibangun dengan megah karena para sultan tentu ingin memberikan rasa hormat kepada mereka yang memasukinya. Sekolah juga merupakan tempat bagi para sarjana yang menikmati status khusus dalam Kesultanan Ottoman.
Namun lain hal dengan Takaya yang dibangun dengan sederhana sehingga orang yang melihatnya hampir tidak dapat membedakannya dari bangunan sekitar.
Kecuali perbedaan pada pintu masuk yang dihias, dan jendela kecil yang menunjukkan apa yang ada di dalam takaya.
Raymond menjelaskan, takaya di era Ottoman dibangun bersama-sama dengan anggota masyarakat biasa. Takaya dibangun untuk para murid tarekat sufi, yaitu para darwis. Lambat laun, takaya mengalami perkembangan, dan menjadi gaya arsitektur yang bersaing dengan bangunan masjid yang megah.
Dalam bukunya, Raymond mengungkapkan, ada bentuk lain dari takaya, salah satunya adalah Astanah, yang merujuk pada sebuah tempat untuk tarekat sufi besar. Adapun zawiyah kecil adalah tempat bagi para darwis yang bukan merupakan anggota tarekat sufi mana pun. Mereka menjadikan zawiyah sebagai tempat tinggal mereka.
Sumber: arabicpost