Warga: Militer Israel Lakukan Pembantaian di Kamp Pengungsi Palestina di Jenin
Setahun terakhir militer Israel berulang kali melakukan serangan militer ke Jenin.
REPUBLIKA.CO.ID, JENIN -- Serangan dan baku tembak sengit terjadi antara pasukan Israel dan militan Palestina bersenjata di kamp pengungsi Jenin di Tepi Barat wilayah yang diduduki. Militer Israel memulai apa yang tampaknya merupakan salah satu operasi paling luas di wilayah tersebut dalam beberapa tahun terakhir dengan serangan pesawat tak berawak pada Senin (3/7/2023).
Sembilan warga Palestina telah tewas dan 100 lainnya terluka, kata para pejabat kesehatan setempat. Sementara pihak Israel mengatakan bahwa mereka ingin menghentikan Jenin sebagai 'tempat perlindungan bagi terorisme'.
Sedangkan pemerintah Palestina menuduh upaya Israel itu sebagai kejahatan perang. Militer Israel mengatakan tidak ada batas waktu yang spesifik untuk mengakhiri operasi tersebut, namun bisa jadi dalam hitungan jam atau beberapa hari.
Jenin telah menjadi benteng pertahanan generasi baru militan Palestina yang telah menjadi sangat kecewa dengan kepemimpinan Otoritas Palestina yang lamban. Terutama merespons berbagai pembatasan-pembatasan yang dilakukan oleh pendudukan Israel.
Kota ini telah mengalami serangan militer Israel berulang kali dalam satu tahun terakhir, karena warga Palestina yang melakukan aksi kriminal berlindung ke rumah warga setempat, usai penyerangan mematikan terhadap warga Israel. Banyak para penyerang Palestina lainnya bersembunyi di sana.
Pada 2002, selama intifada Palestina kedua, pasukan Israel melancarkan serangan besar-besaran di Jenin. Sedikitnya 52 militan Palestina dan warga sipil serta 23 tentara Israel terbunuh selama 10 hari pertempuran sengit. Ratusan tentara Israel masih beroperasi di dalam wilayah Jenin pada Senin (3/7/2023) malam, lebih dari 20 jam setelah operasi dimulai.
Selain dengungan pesawat tak berawak di atas kepala, rentetan tembakan dan dentuman keras ledakan terdengar sepanjang hari dari kamp pengungsi yang padat penduduknya, yang merupakan rumah bagi sekitar 18.000 orang dan sekarang dinyatakan sebagai zona militer tertutup Israel.
Asap tajam dari pembakaran ban yang dinyalakan selama protes juga mengepul di udara di atas pusat kota. Beberapa anak muda Palestina berada di jalanan, berdiri di dekat toko-toko yang tutup dan menatap dengan gugup ke arah kamp.
Militer Israel telah memutus sambungan telepon dan pasokan listrik ke kamp tersebut, sehingga sulit untuk mendapatkan gambaran yang akurat tentang apa yang sedang terjadi. Petugas medis Palestina juga kesulitan untuk menjangkau puluhan orang yang terluka di sana.
Di rumah sakit Palestina di dekat pintu masuk utama kamp, suasana tampak suram. "Saya bertemu dengan teman saudara laki-laki saya. Saya menghampirinya dan baru saja mengucapkan beberapa kata ketika dia jatuh ke tanah. Saya pergi untuk melarikan diri, lalu saya terkena dua peluru," kata Seorang pria mengatakan kepada BBC.
Seorang pria lain mengatakan bahwa terjadi pembantaian...
Seorang pria lain mengatakan bahwa terjadi 'pembantaian' di kamp tersebut. "Ada anak-anak dan warga sipil dan mereka tidak membiarkan mereka keluar," tambahnya. "Listrik kami terputus, mereka telah menggali semua jalan kami. Kamp ini akan dihancurkan."
Jovana Arsenijevic dari badan amal medis Médecins Sans Frontières mengatakan kepada BBC bahwa ia berada di sebuah rumah sakit yang telah merawat lebih dari 90 pasien yang terluka akibat tembakan atau pecahan peluru dari alat peledak.
Militer Israel mengatakan bahwa mereka bertindak berdasarkan informasi intelijen yang akurat dan tidak bermaksud melukai warga sipil, namun banyak warga sipil yang terjebak dalam baku tembak.
Militer mengizinkan sekitar 500 keluarga Palestina untuk meninggalkan kamp pada Senin malam. Beberapa mengangkat tangan atau melambaikan bendera putih sebagai tanda menyerah.
Orang-orang mengatakan kepada BBC bahwa beberapa pria dan remaja laki-laki telah dihentikan oleh tentara, dan ditahan.
Serangan drone pertama semalam menargetkan sebuah apartemen yang menurut militer digunakan sebagai tempat persembunyian warga Palestina yang telah menyerang warga Israel dan sebagai pusat komando operasional gabungan untuk Brigade Jenin - sebuah unit yang terdiri dari berbagai kelompok militan Palestina, termasuk Hamas dan Jihad Islam Palestina.
Drone digunakan untuk serangan udara lebih lanjut dan pasukan seukuran brigade dikerahkan dalam apa yang digambarkan oleh seorang juru bicara militer sebagai operasi kontra-terorisme yang difokuskan pada perebutan senjata dan mematahkan 'pola pikir kamp yang aman dan telah menjadi sarang lebah'.
Dalam satu setengah tahun terakhir, orang-orang Palestina yang berada di balik sekitar 50 serangan yang menargetkan warga Israel berasal dari Jenin, menurut pihak militer.
Ketika orang-orang Palestina bersenjata mulai melakukan perlawanan dari dalam kamp, Brigade Jenin mengatakan: "Kami akan melawan pasukan pendudukan [Israel] hingga nafas dan peluru terakhir, dan kami bekerja sama dan bersatu dari semua faksi dan formasi militer."
Kementerian Kesehatan Palestina mengatakan sembilan orang Palestina telah terbunuh oleh pasukan Israel, termasuk tiga orang dalam serangan pesawat tak berawak semalam. Mereka semua tampak seperti pria muda atau berusia akhir belasan tahun - beberapa di antaranya dikonfirmasi sebagai anggota kelompok bersenjata.
Kementerian memperingatkan bahwa jumlah korban tewas bisa saja bertambah karena 20 orang yang terluka berada dalam kondisi kritis. Seorang warga Palestina lainnya tewas akibat tembakan Israel dalam sebuah aksi protes di dekat kota Ramallah, Tepi Barat, tambah kementerian itu.
Militer Israel mengatakan bahwa warga Palestina yang terbunuh di Jenin berafiliasi dengan kelompok-kelompok militan. Pasukan juga telah menangkap sekitar 50 militan selama operasi tersebut, dan menyita senjata dan amunisi, tambahnya.
Pada Senin malam, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu memuji pasukannya karena telah memasuki apa yang ia sebut sebagai 'sarang teroris' dan menegaskan bahwa mereka melakukannya dengan cedera minimal pada warga sipil.
"Kami akan melanjutkan aksi ini selama diperlukan untuk memulihkan ketenangan dan keamanan," tambahnya.
Ada tanggapan yang keras terhadap operasi tersebut dari Perdana Menteri Otoritas Palestina, Mohammed Shtayyeh. "Apa yang sedang terjadi adalah upaya untuk menghapus kamp pengungsi sepenuhnya dan menggusur para penghuninya," katanya.
Negara tetangga Yordania mengatakan bahwa operasi tersebut merupakan pelanggaran yang jelas terhadap hukum kemanusiaan internasional. Namun AS menyatakan dukungannya terhadap apa yang disebutnya sebagai keamanan dan hak Israel untuk mempertahankan rakyatnya dari Hamas, Jihad Islam Palestina, dan kelompok-kelompok teroris lainnya.
Menteri Luar Negeri Israel Eli Cohen mengatakan bahwa rencana tersebut bukan untuk memperluas operasi militer di luar Jenin, namun protes Palestina telah mencapai Jalur Gaza yang dikuasai Hamas. Dan semakin lama aksi ini berlangsung di Jenin, semakin besar pula risiko terjadinya eskalasi yang lebih berbahaya dan lebih luas.
Telah terjadi lonjakan kekerasan di Tepi Barat dalam beberapa bulan terakhir. Pada tanggal 20 Juni, tujuh orang Palestina tewas dalam serangan Israel di Jenin yang merupakan penggunaan helikopter tempur pertama kali di Tepi Barat dalam beberapa tahun terakhir.
Keesokan harinya, dua orang bersenjata Hamas menembak mati empat warga Israel di dekat pemukiman Eli, 40 km (25 mil) ke arah selatan. Seorang pria Palestina kemudian ditembak mati dalam sebuah amukan ratusan pemukim di kota Turmusaya di dekatnya.
Pada minggu itu juga, tiga militan Palestina dari Jenin terbunuh dalam sebuah serangan pesawat tak berawak Israel yang jarang terjadi. Sejak awal tahun ini, lebih dari 140 warga Palestina - baik militan maupun warga sipil - telah terbunuh oleh pasukan Israel atau pemukim di Tepi Barat dan Yerusalem Timur yang diduduki, sementara 36 lainnya terbunuh di Jalur Gaza.
Dua puluh empat warga Israel, dua warga asing dan seorang pekerja Palestina telah terbunuh dalam serangan atau serangan yang diduga dilakukan oleh warga Palestina di Israel dan Tepi Barat. Semua korban adalah warga sipil kecuali satu orang tentara yang sedang tidak bertugas dan seorang anggota pasukan keamanan Israel.