Tiga Warga Gunungkidul Tewas Positif Antraks: Terungkap Sapi Mati yang Dikubur Digali Lagi
Tradisi mbrandu diduga ikut jadi penyebab antraks mewabah di Dusun Jati Gunungkidul.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Idealisa Masyrafina, Antara
Wabah antraks merebak di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul, dan terungkap masyarakat setempat menggali kembali hewan ternak yang mati dan sudah dikubur, untuk kemudian dikonsumsi dagingnya. Hingga kini, dilaporkan ada tiga warga setempat meninggal dunia dengan status positif antraks.
Menurut Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul, Wibawanti Wulandari, hewan ternak yang terpapar antraks yang sudah mati dan seharusnya dikubur sesuai SOP. Namun, warga di Dusun Jati rupanya mengkonsumsi dagingnya sebelum pihaknya tiba.
"Sudah mati terus dipotong. Ketahuan karena ada warga yang sakit lapor ke kita, lalu kita surveilans," ujar Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul Wibawanti Wulandari, Rabu (5/7/23).
Wibawanti menjelaskan, ketika pihaknya tiba di Dusun Jati, semua daging telah habis dikonsumsi. Sehingga, uji lab terkait virus ini dilakukan lewat tanah tempat disembelihnya hewan-hewan tersebut.
"Jadi mati, tapi saya enggak nemu bangkai, yang saya periksa yang saya ujikan ke lab itu adalah tanah bekas sembelihan. Dagingnya sudah dimakan," katanya.
Kemudian tanah yang terkontaminasi darah ternak antraks tersebut disiram formalin hingga tiga kali, yang pertama dilakukan pada 3 Juni, lalu yang terakhir pada 4 Juli. Nantinya pihaknya akan kembali menguji tanah tersebut. Apabila masih positif virus antraks, akan kembali disiram formalin.
"Kalau masih positif kita siram ulang, kalau sudah negatif bisa nanti kita cor semen beton agar tidak membahayakan," kata Wibawanti.
Menurut Wibawanti, warga di sana rupanya terbiasa mengkonsumsi daging ternak yang sudah mati karena sakit. Dan diketahui bahwa sejak 1 November 2022 sapi yang sudah dikubur sesuai SOP dan belum diambil sampelnya ternyata digali kembali oleh masyarakat setempat.
"Kita dengar informasi ketika (antraks) sudah ke manusia, baru mencuat," katanya.
Untuk mengantisipasi terjangkitnya antraks ini ke ternak lain, pihaknya juga melakukan penyuntikan antibiotik pada semua ternak yang masih sehat pada 20 Juni lalu. Saat ini diketahui kasus antraks telah menjangkiti 93 orang yang diidentifikasi zero positif atau pernah terjangkit, dengan tiga kasus meninggal dunia.
Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Siti Nadia Tarmizi pada Selasa (4/7/2023), melaporkan sebanyak tiga warga di Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), meninggal dunia akibat penyakit antraks yang ditularkan dari hewan ternak. Kemenkes RI, hingga saat ini masih melakukan penyelidikan epidemiologi di dua kecamatan, yakni Semanu dan Karangmojo.
"Kalau kasus meninggal ada tiga orang di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunungkidul," kata Siti Nadia.
Siti Nadia memerinci, untuk sementara tercatat 93 pasien positif antraks di wilayah tersebut berdasarkan hasil tes serologi. Adapun, hasil pemeriksaan terhadap seluruh kasus meninggal melalui genom sekuensing menunjukkan hasil positif antraks.
"Dalam pemeriksaan, menunjukkan hasil positif antraks di dalam tubuhnya," kata Nadia.
Menurut Siti Nadia, kasus antraks di Gunungkidul merupakan kasus perdana pada 2023 setelah di tahun sebelumnya dilaporkan nihil. "Sejauh ini baru kasus di Gunungkidul yang terjadi pada tahun ini dengan total 93 positif serologi dan kami masih melakukan penyelidikan epidemiologi," katanya.
Siti Nadia menambahkan sebagian pasien masih ada yang dirawat dan sebagian lainnya sudah dinyatakan sembuh. Berdasarkan informasi yang dikumpulkan Kemenkes RI, dugaan sementara kejadian itu disebabkan konsumsi daging sapi yang berlangsung saat perayaan Idul Adha 1444H/2023, sebab Kabupaten Gunungkidul termasuk dalam daerah endemi antraks.
"Sapi bisa tertular saat memakan rumput yang mengandung virus antraks. Ada juga kemungkinan virus antraks yang selama ini mengendap di bawah tanah terangkat karena aktivitas penggarap, sebab antraks bisa bertahan hidup lama di permukaan tanah," katanya.
Tradisi mbrandu
Mewabahnya antraks di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul juga diduga lantaran adanya tradisi mbrandu di kalangan masyarakat setempat. Dugaan itu diungkapkan oleh Kabid Kesehatan Hewan Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Gunungkidul, Retno Widyastuti.
"Iya itu adalah salah satu hal bikin kita tidak berhenti-berhenti ada antraks itu," ujar Retno Widyastuti, Rabu (5/7/23).
Tradisi mbrandu adalah kegiatan membeli sapi mati atau sakit secara iuran bersama-sama antarwarga yang dimaksudkan untuk meringankan kerugian pemilik ternak. Daging sapi mati tersebut dibagikan kepada warga yang memberikan iuran. Biasanya harga per paket daging akan dijual murah untuk membantu warga yang tidak mampu.
"Satu paketnya itu dijual Rp 45 ribu. Uangnya dikumpulkan dikasihkan yang kesusahan, jadi itu tujuannya apik (bagus). Pas saya di sana bilang kalau mau mbrandu ya mbrandu barang sehat gitu, barang bermutu jadi tidak membahayakan manusia," tutur Retno.
Tidak hanya ternak mati yang disembelih, lewat tradisi mbrandu, mereka juga menyembelih hewan ternak yang keracunan lalu dipotong ketika sudah akan mati. Dalam kasus antraks sekarang ini, ternak yang dipotong adalah ternak yang sudah mati.
Tradisi mbrandu itulah yang diyakini menyebabkan kasus antraks berulang kali terjadi di Gunungkidul. Padahal salah satu cara agar antraks tidak menyebar adalah dengan mengubur sapi yang mati, sehingga virusnya tidak menyebar.
"Kalau dipotong itu kan bakteri yang ada di darah itu mengalir keluar berubah menjadi spora. Spora itu yang tahan puluhan tahun, 40-80 tahun di tanah," jelas Retno.
Upaya yang dilakukan agar spora itu tidak menyebar yakni dengan menyiram tanah yang terkontaminasi spora dengan 50 liter formalin 10 persen. Retno menambahkan bahwa tidak terjadi proses penularan antar manusia, tetapi dari lingkungan dan hewan lalu ke manusia. Oleh karena itu pihaknya berupaya melakukan sterilisasi tanah yang terkontaminasi.
Selain itu, Pemkab Gunungkidul terus berupaya melakukan edukasi mengenai tradisi mbrandu. Apalagi, saat ini pemerintah daerah sudah berhasil melokalisasi kasus ini hanya di Dusun Jati.
Wakil Bupati Gunungkidul Heri Susanto berharap bahwa sosialisasi dan edukasi mengenai mbrandu ini bisa didengarkan oleh masyarakat. Mengingat hal ini telah terus berulang terjadi di sana.
"Kembali lagi faktor masyarakat itu, sehingga eman-eman (sayang-sayang) ya, tapi yang jelas terus akan kita melakukan sosialisasi," kata Wabup.
Selain itu, upaya ke depannya, pihaknya akan mencari langkah untuk bisa meringankan beban warga Gunungkidul yang merugi karena hewan ternaknya sakit atau mati. "Kita harus ada upaya, karena itu risiko tinggi, antraks itu dampaknya luar biasa," katanya.
Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan Gunungkidul Sidik Hery Sukoco menghimbau warga masyarakat terutama yang memiliki ternak yang sudah sakit agar tidak disembelih. Ia juga meminta warga setempat untuk senantiasa menjaga kebersihan lingkungan.
"Jangan dikonsumsi apalagi kalau sudah meninggal masih di-mbrandu. Kami edukasi kepada masyarakat agar kiranya hewan-hewan ternak yang sudah berpotensi sakit terpapar penyakit atau bahkan sudah meninggal mati itu jangan dikonsumsi," ujar Sidik.