Seks Pranikah Semakin Lumrah, Guru Besar Sosiologi: Limbah Budaya Barat yang Permisif
Gen Y dan gen Z banyak yang telah mengabaikan nilai agama dan budaya, adat ketimuran.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seks pranikah semakin dianggap lumrah belakangan ini. Jika menilik konten podcast atau talkshow di Youtube, misalnya, jokes urusan ranjang seolah hal biasa. Bagi pengguna yang sudah menikah mungkin akan tertawa, bagaimana dengan yang belum menikah? Tidakkah itu memengaruhi sudut pandang mereka?
Indonesia dengan masyarakatnya yang memiliki agama, sesuai penerapan sila pertama Pancasila, kemudian dengan budaya dan moralnya, sepertinya sudah mulai ditumpahi limbah budaya barat. Guru Besar Sosiologi Agama Universitas Ibrahimy, Jawa Timur, Prof HM Baharun menyebut limbah ini terang-terangan malah diaplikasikan oleh Gen Y dan Z.
"Saya kira ini merupakan limbah dari budaya Barat yang permisif alias serbaboleh, ekses kapitalis liberal," ungkap Prof Baharun, saat dihubungi Republika.co.id, Jumat (7/7/2023).
Akibatnya, banyak Gen Y yang kini telah menjadi orang tua justru membebaskan anaknya melakukan apa pun yang mereka kehendaki. Alhasil, karakter Gen Z yang menyukai hal serbainstan jadi mengabaikan nilai-nilai agama dan budaya, terutama adat ketimuran yang adiluhung.
"Akar masalahnya ada pada orang tua yang mengabaikan pendidikan agama anak-anaknya, sehingga mereka tak paham mana yang halal dan haram, yang legal dan ilegal, yang boleh dan terlarang," ungkap Prof Baharun.
Belum lagi, ilmu-ilmu parenting yang kerap memberi saran untuk jangan pernah melarang anak. Menurut Prof Baharun, pakar pengasuhan harus memikirkan kalimat lain yang lebih halus agar orang tua tak salah kaprah.
Prof Baharun mengingatkan Muslim harus kembali ke ajaran Islam yang lengkap dengan banyak sekali larangan yang dilafadzkan, dan itu harus dipatuhi, bukan hanya untuk mengejar pahala akhirat tetapi juga mendapat kebaikan bagi diri sendiri di dunia.
Dalam hal seks bebas, Prof Baharun mengingatkan Islam menolak keras perilaku ini karena dapat merusak keturunan, dan umat Islam wajib menjaga keturunan (hifz nasl). Oleh karena itu, Nabi Muhammas SAW menganjurkan untuk menikah sesuai sunnah-nya.
"Barangsiapa yang berpaling dari sunnah Nabi, maka bukan termasuk golongannya. Agama dan budaya hanya mengizinkan orang melangsungkan pernikahan yang merupakan kesepakatan berbobot itu secara sah dan legal. Sah menurut agama dan legal sesuai undang-undang negara. Di luar itu adalah pelanggaran," ucap Prof Baharun.
Prof Baharun menyebut liberalisme masuk ke Indonesia untuk merusak nilai-nilai agama, sementara di negeri asalnya itu telah berhasil mendistorsi agama dan budaya. Ketika sudah tidak punya pegangan moralitas agama, orang-orang akan merasa biasa saja melakukan hal terlarang.
"Mereka tak punya rasa malu. Kata Nabi Muhammad SAW, 'Jika kamu tak punya rasa malu maka berbuatlah sesuka hatimu!'" kata Prof Baharun.
Fenomena "telanjang di depan umum" pun sulit dihindari. Namun, masih ada upaya yang bisa dilakukan orang tua dan guru, yakni membentengi anak-anak dari pengaruh negatif.
Prof Baharun menyebut, budaya barat juga banyak yang bisa diambil hal positifnya, seperti Finlandia dengan pendidikan terbaik di dunia atau Swis dengan keamanan terbaik di dunia. Ia juga menyarankan, jika di sekolah umum sudah tidak ada pendidikan agama, maka di rumah harus secara intensif diajarkan pendidikan agama. Juga bisa diberikan materi tentang arti pernikahan dan ancaman perzinahan.
"Di materi fikih itu ada bab pernikahan dan juga sub-bab haid, dijelaskan tidak secara vulgar," kata dia.