Ukraina Janji Bom Tandan tidak Digunakan untuk Serang Wilayah Rusia

AS akan memasok Ukraina dengan munisi tandan untuk serangan balasan.

AP/Oleksandr Ratushniak/
Seorang tentara Ukraina memeriksa amunisi yang ditinggalkan oleh pasukan Rusia. Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov menyambut baik keputusan Amerika Serikat (AS) untuk mengirim munisi tandan.
Rep: Dwina Agustin Red: Friska Yolandha

REPUBLIKA.CO.ID, KIEV -- Menteri Pertahanan Ukraina Oleksii Reznikov menyambut baik keputusan Amerika Serikat (AS) untuk mengirim munisi tandan ke negaranya. Dia mengatakan, keputusan itu akan membantu merebut wilayah Ukraina dan bersumpah bahwa amunisi tidak akan digunakan menyerang wilayah Rusia.

Baca Juga


"Posisi kami sederhana, kami perlu membebaskan wilayah kami yang diduduki sementara dan menyelamatkan nyawa rakyat kami," tulis Reznikov di Twitter.

Reznikov mengatakan, amunisi itu akan membantu menyelamatkan nyawa tentara Ukraina. Ukraina akan menyimpan ketat dalam penggunaannya dan bertukar informasi dengan mitranya.

"Ukraina akan menggunakan amunisi ini hanya untuk deokupasi wilayah kami yang diakui secara internasional. Amunisi ini tidak akan digunakan di wilayah Rusia yang diakui secara resmi," ujar Reznikov.

Reznikov mengatakan militer tidak akan menggunakan munisi tandan di daerah perkotaan. Senjata ini hanya akan menggunakannya untuk menerobos garis pertahanan musuh.

AS mengumumkan pada Jumat (7/7/2023), bahwa akan memasok Ukraina dengan munisi tandan untuk serangan balasannya terhadap pasukan pendudukan Rusia. Munisi tandan dikenal juga dengan bom kluster, senjata ini merupakan munisi berbentuk tabung dengan isi banyak bom atau submunisi yang bisa disebar.

Senjata ini biasanya melepaskan sejumlah besar bom kecil yang dapat membunuh tanpa pandang bulu di area yang luas. Mereka yang gagal meledak menimbulkan bahaya selama beberapa dekade. Kondisi ini membuat munisi tandan dilarang oleh lebih dari 100 negara.

Presiden AS Joe Biden menggambarkan keputusan tentang bom curah itu sulit tetapi mengatakan Ukraina membutuhkannya. Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih Jake Sullivan berusaha menjelaskan alasan untuk memberikan senjata itu ke Ukraina. Dia beralasan, senjata ini berguna untuk merebut kembali wilayah yang direbut sejak Moskow menginvasi pada Februari 2022.

"Kami menyadari bahwa munisi tandan menimbulkan risiko bahaya sipil dari persenjataan yang tidak meledak. Namun ada juga risiko besar kerusakan sipil jika pasukan dan tank Rusia menggulingkan posisi Ukraina dan mengambil lebih banyak wilayah Ukraina dan menaklukkan lebih banyak warga sipil Ukraina karena Ukraina tidak memiliki cukup artileri," kata Sullivan .

Rusia, Ukraina, dan AS belum menandatangani Konvensi Munisi Tandan yang melarang produksi, penimbunan, penggunaan, dan pemindahan senjata. Spanyol yang ikut dalam konvensi tersebut telah menyatakan keberatan atas keputusan AS.

"Spanyol, berdasarkan komitmen tegas yang dimilikinya dengan Ukraina, juga memiliki komitmen tegas bahwa senjata dan bom tertentu tidak dapat dikirim dalam keadaan apa pun," kata Menteri Pertahanan Spanyol Margarita Robles di rapat umum Madrid pada Sabtu (8/7/2023).

Perdana Menteri Inggri Rishi Sunak menyatakan, Inggris juga menandatangani konvensi telah melarang produksi atau penggunaan munisi tandan dan melarang penggunaannya. "Kami akan terus melakukan bagian kami untuk mendukung Ukraina melawan invasi ilegal dan tanpa provokasi Rusia," katanya.

Selain itu, kelompok hak asasi manusia dan Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mempertanyakan keputusan Washington tentang munisi tandan. Duta Besar Rusia untuk AS Anatoly Antonov mengkritik pengiriman senjata ini ke Ukraina oleh AS.

"Sekarang, karena kesalahan AS, akan ada risiko selama bertahun-tahun warga sipil tak berdosa akan diledakkan oleh submunisi yang gagal," kata kantor kepada kantor berita milik pemerintah Rusia TASS.

AS terakhir menggunakan Munisi Tandan di Irak pada 2003. Penggunaan senjata ini tidak melanggar hukum internasional hanya saja jika dikerahkan terhadap warga sipil, tindakan itu bisa menjadi pelanggaran. 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler