Negara Muslim Tuntut PBB Bertindak Tegas Soal Pembakaran Alquran

Penodaan terhadap Alquran sama dengan menghasut kebencian agama.

EPA/ SHAHZAIB AKBER
Demonstran menginjak bendera tiruan Swedia saat demo terhadap pembakaran salinan Alquran di Swedia, di Karachi, Pakistan, Ahad (2/7/2023).
Rep: Amri Amrullah Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Negara-negara Muslim termasuk Iran dan Pakistan pada Selasa (11/7/2023) mengatakan penodaan terhadap Alquran sama dengan menghasut kebencian agama. Negara-negara muslim juga menyerukan pertanggungjawaban, ketika badan hak asasi manusia PBB memperdebatkan mosi soal penentangan pembakaran Alquran di Swedia.

Mosi tersebut, yang diajukan oleh Pakistan sebagai tanggapan atas insiden bulan lalu, meminta laporan dari kepala hak asasi manusia PBB tentang topik tersebut. Hal ini menyerukan kepada negara-negara meninjau kembali undang-undang mereka, dan menutup celah yang dapat "menghalangi pencegahan dan penuntutan tindakan dan advokasi kebencian agama".

Perdebatan tersebut menyoroti perpecahan di Dewan HAM PBB antara OKI, yang merupakan kelompok Muslim, dan anggota-anggota Barat yang prihatin dengan implikasi mosi tersebut, terhadap kebebasan berbicara. Termasuk tantangan yang ditimbulkan oleh praktik-praktik yang telah lama dipegang teguh dalam hal perlindungan hak asasi manusia.

Seorang imigran Irak di Swedia membakar Alquran di luar sebuah masjid di Stockholm bulan lalu, yang memicu kemarahan di seluruh dunia Muslim dan protes di beberapa kota di Pakistan.

"Kita harus melihat hal ini dengan jelas apa adanya: hasutan kebencian agama, diskriminasi, dan upaya untuk memprovokasi kekerasan," ujar Menteri Luar Negeri Pakistan, Bilawal Bhutto-Zardari, kepada dewan Jenewa melalui saluran video.

Ia mengatakan bahwa tindakan pembakaran Alquran tersebut, seharusnya tidak terjadi di bawah "sanksi pemerintah dan dengan rasa impunitas". Pernyataannya juga diamini oleh para menteri dari Iran, Arab Saudi dan Indonesia, yang menyebutnya sebagai tindakan "Islamofobia".

"Hentikan penyalahgunaan kebebasan berekspresi," kata Menteri Luar Negeri Retno Marsudi. "Diam berarti keterlibatan."

Duta Besar Jerman Katharina Stasch menyebut pembakaran tersebut sebagai "provokasi yang mengerikan" dan ia ikut mengutuknya. Namun ia menambahkan bahwa "kebebasan berbicara terkadang juga berarti menanggung pendapat yang mungkin tampak hampir tak tertahankan".

Utusan Prancis mengatakan bahwa hak asasi manusia adalah tentang melindungi manusia, bukan agama dan simbol-simbolnya. Para diplomat mengatakan negosiasi yang intens belum menghasilkan terobosan pada Selasa (11/7/2023) dan mengharapkan pemungutan suara.

Pemungutan suara seperti itu hampir pasti akan terjadi karena negara-negara OKI terdiri dari 19 anggota dari 47 negara dan juga mendapat dukungan dari Cina dan negara-negara lainnya.

Kepala Hak Asasi Manusia PBB Volker Turk mengatakan kepada dewan bahwa tindakan-tindakan yang menghasut terhadap umat Islam, serta agama-agama lain atau kaum minoritas, merupakan tindakan yang "ofensif, yang tidak bertanggung jawab dan salah".

Baca Juga


BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler