PBNU Optimistis Selalu Ada Generasi Muda yang akan Jadi Ulama

Kaderisasi ulama NU terus berjalan.

ANTARA FOTO/Umarul Faruq
Ilustrasi ulama PBNU.
Rep: Muhyiddin Red: Erdy Nasrul

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ada kekhawatiran bahwa ulama semakin langka dalam beberapa tahun terakhir. Kendati demikian, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) menegaskan bahwa di lingkungan organisasi Nahdlatul Ulama (NU), ulama tidak langka.

Baca Juga


Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Bidang Keagamaan, KH Ahmad Fahrurrozi (Gus Fahrur) mengatakan, ulama di NU masih banyak lantaran pendidikan pesantren masih jalan dan terus berkembang.

“Kalau di NU sih sebetulnya kita merasa tidak langka, karena pendidikan pesantren masih tetap jalan dan baik,” ujar Gus Fahrur saat dihubungi Republika, Jumat (14/7/2023).

Dia menjelaskan, ulama di organisasi atau lembaga lain mungkin terjadi kelangkaan lantaran pendidikan agamanya sudah mulai berkurang. Karena itu, solusinya, lembaga pendidikan agama di Indonesia harus memperkuat kembali kajian kitab kuning.

“Mungkin lembaga-lembaga lain telah terjadi kelangkaan ulama, karena mereka lebih banyak ke pendidikan non-agama. Sementara, kalau di NU sih pendidikan pesantren masih didominasi dengan pendidikan kitab kuning, tentang ilmu keagamaan lainnya,” ucap dia.

Dia pun optimistis generasi muda NU masih banyak yang berpotensi untuk menjadi ulama, yang menguasai berbagai ilmu agama Islam. Namun, menurut dia, saat ini pesantren-pesantren NU juga harus meningkatkan kemampuan santrinya agar bisa bersaing di dunia internasional.

“Kalau soal kelangkaan ulama mungkin kita bisa tidak pesimis, tapi bagaimana meningkatkan mereka untuk bisa berdaya saing di kehidupan modern, seperti penguasaan bahasa yang lebih,” kata Gus Fahrur.  

“Karena bnayak alumni pesantren itu pintar baca kitab kuning, pintar baca teks Arab, tapi kan tidak komunikatif dan lemah dalam bahasa Inggris,” jelas dia.

Sementara, lanjut dia, banyak permintaan dari negara-negara Eropa untuk menyediakan imam yang NU, yang hafal Alquran, serta bisa menyampaikan khutbah dalam bahasa Inggris. Menurut dia, mereka tertarik lantaran NU mengajarkan Islam yang moderat.

“Karena, banyak orang melirik NU sebagai model Islam yang wasathiyah, Islam yangn moderat, Islam yang bisa menerima perbedaan dengan yang lain. Ini berbeda dengan yang mereka lihat di beberapa negara di Timur Tengah,” ujar Gus Fahrur.

Wakil Sekjen MUI Pusat ini menambahkan, sekarang ini NU sedang mengupayakan agar kader-kader ulama NU bisa berkiprah di dunia internasional juga. “Sekarang ini sudah mengarah ke sana. Jadi dakwah NU ini akan juga melahirkan kader-kader yang bisa berbicara tidak hanya di pesantren, tapi juga di dunia internasional,” ucap Gus Fahrur.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler