Reshuffle yang Dinilai Sekadar Basa-Basi dan Menguatnya Tanda Perceraian Nasdem-Jokowi
Di reshuffle kali ini, Jokowi tak mengisi posisi menkominfo dari kader Nasdem.
REPUBLIKA.CO.ID, oleh Fergi Nadira, Fauziah Mursid, Dessy Suciati Saputri
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada hari ini resmi melantik Budi Arie sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) di Istana Negara, Jakarta, Senin (17/7/2023). Budi Arie sebelumnya menjabat sebagai Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (PDTT).
Selain Budi, Jokowi juga melantik sejumlah wakil menteri. Yakni Nezar Patria sebagai Wakil Menteri Komunikasi dan Informatika; Pahala Nugraha Mansury sebagai Wakil Menteri Luar Negeri; Paiman Raharjo sebagai Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi; Rosan Roeslani sebagai Wakil Menteri BUMN; dan Saiful Rahmat sebagai Wakil Menteri Agama.
Pengamat kebijakan publik, Agus Pambagio menilai perombakan atau reshuffle Kabinet Indonesia Maju hanyalah basa-basi semata untuk mengisi kekosongan jabatan.
"Reshuffle kabinet menurut saya hanya mengisi lowong jabatan saja, nggak ada yang bisa diharapkan, publik juga nggak bisa ngarepin apa-apa. Itu secara politis saja, dan basa-basi saja menurut saya," kata Agus Pambagio ketika dihubungi Republika pada Senin (17/7/2023).
Menurut Agus, sejumlah menteri dan wakil menteri yang baru diganti hanya melanjutkan tugas administrasi, bukan untuk membuat sebuah kebijakan atau peraturan baru yang muncul. Sebab, masa jabatan Kabinet Indonesia Maju hanya tinggal menghitung bulan.
"Mereka yang dilantik nggak bisa apa-apa tinggal berapa bulan kok, paling adminsitrasi, mau bikin kebijakan apa? Mau bikin aturan apa? Ya administrasi tulis menulis saja nggak ada yang bisa dilakukan tinggal berapa bulan," kata Agus.
Agus menilai, kebijakan baru bisa saja termaktub jika sebelumnya pada kementerian terkait telah merencanakan. Karena itu, tugas para menteri dan wakil menteri serta anggota wantimpres dapat meneruskan kerja-kerja pemimpin sebelumnya.
"Apa dasarnya kebijakan baru, nggak bisa. Kebijakan nggak bisa asal dibuat kalo nggak ada peraturannya ya nggak akan keluar kebijakan. Kecuali sudah ada rencana peraturan yang sudah dibuat sebelumnya maka bisa membuat kebijakan baru," tutur dia.
Adapun, pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia, Ujang Komarudin menilai hubungan antara Presiden Joko Widodo dan Partai Nasdem sudah berakhir. Akhir hubungan itu ditandai keputusan Jokowi yang menunjuk Ketua Umum Relawan Pro Jokowi (Projo) Budi Arie Setiadi sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika.
Pada reshuffle kali ini, Jokowi tidak mengisi kursi Menkominfo yang sebelumnya dari Partai Nasdem itu dengan anak buah Surya Paloh kembali. Ini berarti kursi menteri dari Partai Nasdem kini tersisa dua di pemerintahan yakni Menteri Pertanian dan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
"Soal tidak diganti semua menteri Nasdem, yang diganti hanya yang kena kasus korupsi ya tentu mereka sama-sama tahu, saling paham begitu, bahwa sejatinya hubungan Nasdem dan Jokowi sudah cerai," ujar Ujang dalam keterangannya kepada Republika, Senin (17/7/2023).
Namun demikian, Ujang meyakini Jokowi tetap rasional untuk tidak mendepak menteri dari Partai Nasdem lainnya saat ini. Hal ini karena bagian strategi Jokowi untuk mendapat dukungan publik.
Sebab, jika Jokowi mengganti Menteri Nasdem yang lain, itu menunjukkan kecurigaan publik tentang hubungan Jokowi dan Nasdem merenggang karena Surya Paloh dkk mendukung Anies Baswedan.
"Karena me-reshuffle menteri Nasdem yang lain, publik akan menuduh Jokowi tidak benar tidak adil. Kok menteri Nasdem yang tidak masalah kok di-reshuffle. Berarti benar dong selama ini tuduhan bahwa Nasdem mendukung Anies itu adalah tidak disukai pemerintah," ujarnya.
Kondisi ini, kata Ujang, bisa berdampak naiknya elektabilitas Nasdem yang dianggap terzalimi karena didepak dari pemerintahan. Sedangkan, citra Jokowi akan jelek di mata masyarakat.
Oleh karena itu, Ujang menilai Jokowi sangat paham kenapa tidak me-reshuffle dua menteri Nasdem lain yang tidak terkena kasus.
"Saya melihatnya Jokowi kenapa menteri tidak diganti semua, hal ini juga bagian strategi jokowi juga agar Nasdem tidak melejit karena dianggap terzalimi dan justru klo di-reshuffle semua akan merugikan Jokowi. Jokowi akan dituduh tidak bagus, tidak adil dalam konteks me-reshuffle ," ujarnya.
Presiden Jokowi menyebut bisa kembali melakukan reshuffle atau perombakan kabinet meskipun masa jabatannya akan berakhir pada tahun depan. Jokowi menegaskan bahwa reshuffle merupakan hak prerogratif dirinya sebagai presiden.
"(Reshuffle) Tunggu saja kan prerogratif presiden," kata Jokowi usai pelantikan menteri dan wakil menteri di Istana Negara, Jakarta, Senin (17/7/2023).