Keutamaan Bulan Muharram, Awal Tahun Baru Islam

Rasulullah SAW pertama kali hijrah ke Madinah adalah pada bulan Muharram.

ANTARA/Ahmad Subaidi
Pawai menyambut Tahun Baru Islam 1 Muharram 1444 Hijriah di Jalan Udayana Mataram, NTB, Sabtu (30/7/2022).
Rep: Mabruroh Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muharram merupakan bulan pertama dalam kalender hijriyah. Rasulullah SAW pertama kali hijrah ke Madinah adalah pada bulan Muharram, sehingga bulan ini dijadikan sebagai awal penanggalan dalam kalender Islam.

Bulan Muharram pun menjadi bulan yang dimuliakan Allah SWT. Sebagaimana disebut Amirullah Syarbini dalam bukunya The Miracle of Fast: Mengungkap Keajaiban Puasa dari Aspek Agama, Medis, dan Psikologi, pada bulan ini, Allah menyelamatkan Nabi Musa dari kejaran Fir'aun. Pada bulan ini dilarang adanya kontak senjata, yaitu mengadakan peperangan.

Baca Juga


Juga disunahkan mengerjakan puasa. Bahkan puasa pada bulan Muharram merupakan puasa yang paling utama.

Seperti diriwayatkan dari Abu Hurairah ra., ia menceritakan bahwa Rasulullah SAW telah bersabda: "Sebaik-baik puasa setelah bulan Ramadhan adalah pada bulan Allah, yaitu Muharram." (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi)

Dalam hadis tersebut dikatakan bahwa puasa yang paling baik setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharram. Hal baik setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Muharram.

Hal ini menunjukkan puasa pada bulan Muharram memiliki keutamaan yang luar biasa. Sebab puasa Ramadhan adalah wajib, sedangkan puasa Muharram hukumnya sunnah.

Rasulullah SAW selalu mengerjakan puasa sunnah pada bulan Muharram, utamanya adalah pada tanggal 10 Muharram, yang biasa disebut puasa Asyura'.

Sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadits...

Sebagaimana dikatakan dalam sebuah hadits yang bersumber dari Aisyah ra., ia berkata: 'Hari Asyura' adalah waktunya puasa orang-orang Quraisy pada zaman jahiliah. Dan Rasulullah pun melaksanakannya. Tatkala Nabi tiba di Madinah, Beliau tetap melakukan puasa Asyura dan memerintahkan sahabat untuk melakukan puasa itu juga. Ketika diwajibkan puasa Ramadhan, beliau meninggalkan puasa Asyura', dan Beliau bersabda, 'Barangsiapa yang hendak berpuasa maka puasalah, dan barangsiapa yang hendak berbuka, maka berbukalah.' (HR. Bukhari)

Berdasarkan hadis tersebut, sebagian ulama berpendapat, bahwa pada mulanya puasa Asyura itu hukumnya wajib. Baru kemudian setelah datang syariat puasa Ramadhan, Rasulullah kemudian memerintahkan kepada para sahabatnya untuk mengerjakan atau meninggalkannya. Sehingga puasa Asyura kemudian dihukumi sunnah muakkadah (sunah yang sangat dianjurkan).

Meskipun sunah, Rasulullah dan para sahabatnya, sangat jarang meninggalkan puasa Asyura', mengingat adanya keutamaan yang luar biasa. Puasa pada hari ini dapat menghapuskan dosa selama satu tahun sebelumnya. Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah: "Puasa Asyura itu dapat menghapus (dosa-dosa) satu tahun yang lalu." (HR. Muslim, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad),

Allah Maha Tahu bahwa manusia adalah makhluk pelupa dan banyak bergelimang dosa. Maka dengan kasih sayang dan rahmat-Nya, Allah menyediakan sarana-sarana untuk dapat menghapus atau setidaknya mengurangi dosa-dosa yang dilakukan manusia itu. Salah satu sarana yang disediakan Allah adalah melalui puasa Asyura'.

Dengan puasa Asyura', kita bisa mendekatkan diri kepada Allah, kemudian memohon kepada-Nya agar dosa-dosa kita yang telah dilakukan satu tahun lalu dapat diampuni. Hal ini juga yang dilakukan Rasulullah ketika berpuasa 'Asyura: "Aku memohon kepada Allah untuk menghapuskan dosa yang pernah aku perbuat pada satu tahun sebelumnya." (HR. Muslim)

Jika Rasulullah yang bahkan sudah dijanjikan surga, namun terus memohon kepada Allah agar diampuni dosa-dosanya melalui puasa Asyura', maka sebagai umat yang penuh dosa, malu rasanya bagi kita meninggalkan puasa Asyura'.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler