Alasan Kejati Tetapkan Kadispertaru DIY Tersangka Kasus Mafia Tanah Kas Desa

Gratifikasi yang diterima Krido yakni berupa dua bidang tanah.

Republiika/Silvy Dian Setiawan
Kejati DIY menetapkan Kadispertaru DIY, Krido Supriyatno sebagai tersangka baru dalam kasus mafia tanah kas desa (TKD) di Kantor Kejati DIY, Kota Yogyakarta, Senin (17/7/2023).
Rep: Silvy Dian Setiawan Red: Fernan Rahadi

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Kejaksaan Tinggi (Kejati) DIY menyebut alasan menetapkan Kepala Dinas Pertanahan dan Tata Ruang (Kadispertaru) DIY, Krido Supriyatno (KS), sebagai tersangka baru terkait kasus mafia tanah kas desa (TKD) di Kelurahan Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY yang melibatkan PT Deztama Putri Sentosa. Kejati menyebut terdapat komunikasi aktif yang dilakukan antara Kadispertaru dengan Dirut PT Deztama Putri Sentosa, Robinson Saalino terkait TKD.

Baca Juga


Krido telah ditetapkan sebagai tersangka terkait kasus mafia tanah kas desa (TKD) di Kelurahan Caturtunggal, Kecamatan Depok, Kabupaten Sleman, DIY, Senin (17/7/2023). Krido menjadi tersangka karena menerima gratifikasi dari Robinson yang saat ini saat sudah berstatus terdakwa.

Gratifikasi yang diterima Krido yakni berupa dua bidang tanah, masing-masing seluas 600 meter persegi dan 800 meter persegi dengan harga lebih dari Rp 4,5 miliar. Krido juga menerima gratifikasi berupa uang sekitar Rp 211 juta, baik secara tunai maupun transfer bank. Uang tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi. Dengan begitu, total gratifikasi yang diterima Krido lebih dari Rp 4,7 miliar.

"Perbuatan tersangka (Krido) secara singkat, pertama sebagai pengawas desa, tapi justru malah bekerja sama dengan mafia tanah. Yang kedua, (Krido) telah menerima gratifikasi, yang ketiga adanya komunikasi aktif antara tersangka KS ini dengan Robinson Saalino," kata Kepala Kejati DIY, Ponco Hartanto saat merilis penetapan tersangka Krido di Kantor Kejati DIY, Kota Yogyakarta, Senin (17/7/2023).

Tim penyidik Kejati DIY menyita ponsel milik Krido saat dilakukannya pemeriksaan. Penyidik pun mengkloning pembicaraan keduanya, dan didapat hasil bahwa banyak terdapat pembicaraan terkait permasalahan TKD.

"Dengan peralatan canggih itu kita kloning hasil pembicaraannya, banyak pembicaraan aktif terkait dengan urusan masalah TKD yang dilakukan antara tersangka (Krido) dengan Robinson," ucapnya.

Ponco menyebut, pihaknya akan terus melakukan pengembangan terhadap kasus penyalahgunaan TKD tersebut. Dimungkinkan, pembicaraan antara Krido dengan Robinson tidak hanya terkait penyalahgunaan TKD di Kelurahan Caturtunggal.

Namun, diduga ada kemungkinan Krido juga terlibat dalam penyalahgunaan TKD di kawasan lainnya di DIY. Hal ini juga mengingat Robinson juga telah terlibat dalam kasus mafia TKD di daerah lainnya, meski dengan nama perusahaan yang berbeda.

"(Kemungkinan keterlibatan dalam kasus TKD lain) Itu masih dalam rangkaian pengembangan penyidikan kita. Nanti selanjutnya untuk perkembangan-perkembangan akan kita sampaikan secara terbuka. Jadi ada beberapa tempat lain selain Caturtunggal," jelas Ponco.

Usai ditetapkan sebagai tersangka, Krido langsung ditahan di lembaga pemasyarakatan (lapas). Penahanan dilakukan dengan beberapa alasan.

"Kita lakukan penahanan karena diduga dikhawatirkan mempengaruhi para saksi, menghilangkan barang bukti, dan tentunya kita hindari untuk melarikan diri, untuk mempercepat proses penyidikan lebih lanjut," ungkapnya.

Pihaknya juga menyita barang bukti berupa uang dari tersangka Krido. Uang hasil gratifikasi yang disita yakni sebesar Rp 300 juta. "Dari hasil gratifikasi dapat disita uang tunai sebanyak sekitar Rp 300 juta berhasil kita sita untuk sebagai bukti nanti di pengadilan," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler