Ponpes Al-Zaytun tak Ditutup, Mahfud MD: Kualitasnya Bagus
Menurut Mahfud, pemerintah menunggu proses hukum Panji Gumilang di Bareskrim Polri.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD menegaskan, pemerintah tidak akan menutup Pondok Pesantren (Ponpes) Al-Zaytun. Namun demikian, pemerintah akan melakukan pembinaan dan juga pengawasan terhadap materi yang diajarkan Ponpes Al-Zaytun.
"Akan terus kita bina dan kita kembangkan sesuai dengan hak konstitusional, diberikan hak kepada murid dan wali murid, santri dan wali santri di situ untuk tetap memilih lembaga pendidikannya tetapi materinya kita kontrol, kita awasi," ujar Mahfud di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, dikutip pada Rabu (19/7/2023).
Menurut Mahfud, Ponpes Al-Zaytun merupakan lembaga pendidikan dengan kualitas yang baik. Karena itu, pemerintah akan menyelamatkan ponpes tersebut. Pemerintah pun saat ini sedang menunggu proses hukum di Bareskrim Polri terhadap pimpinan Ponpes Al-Zaytun, Panji Gumilang.
"Al Zaytun itu suatu lembaga pendidikan yang menurut kami produknya sangat bagus, anaknya pintar-pintar, sehingga kita akan selamatkan itu. Cuma bagaimana menyelamatkan itu, tunggu posisi hukum dulu terhadap Panji Gumilang. Yang jelas, pemerintah berketetapan tidak akan menutup lembaga pendidikan apapun," jelas Mahfud.
Mahfud menegaskan, pemeriksaan terhadap Panji Gumilang membutuhkan proses sehingga tidak bisa tergesa-gesa karena menyangkut hukum. Proses hukum yang berjalan pun harus dilakukan secara hati-hati.
"Itu semua perlu proses, karena ini menyangkut hukum kita tidak boleh buru-buru. Yang penting sudah ada SPDP (surat pemberitahuan dimulainya penyidikan) dan sudah menyebut, SPDP itu sudah menyebut nama inisial, itu saya kira sudah jelas masyarakat ini orangnya," ujarnya.
Sebelumnya, Ketua Umum Lembaga Persahabatan Ormas Islam (LPOI), Said Aqil Siradj menilai Pondok Pesantren Al Zaytun bisa melahirkan gerakan radikal, ekstrem, dan intoleran. Sehingga, bukan tidak mungkin dengan ketertutupan melahirkan banyak kamuflase dan eksklusivitas menggerakkan tata nilai yang radikal.
"Al Zaytun harus ditelisik sebagai komunitas dan ekosistem tertutup dan eksklusif yang memiliki tata cara hidup dan kehidupan yang terpisah dengan masyarakat pada umumnya," ucap Said Aqil dalam keterangannya di Jakarta, Senin (17/7/2023).
Menurut Said, fenomena Al-Zaytun harusnya tidak saja dilihat sebagai lembaga pendidikan murni pada umumnya, tetapi harus dilihat secara mendalam. Bahwa proses indoktrinasi, tutur Said, patut dicurigai sebagai fenomena proses ideologisasi, kaderisasi, dan gerakan anti-Pancasila dan/atau anti-NKRI.