Emas Kembali Merosot Tertekan Jelang Keputusan The Fed
Emas melemah karena penguatan dolar AS jelang keputusan moneter The Fed.
REPUBLIKA.CO.ID, CHICAGO -- Harga emas berjangka kembali tergelincir pada akhir perdagangan Senin (24/7/2023), memperpanjang penurunan untuk hari ketiga berturut-turut dan menetap di level terendah dalam sepekan tertekan dolar AS yang lebih kuat menjelang keputusan kebijakan Fed minggu ini.
Kontrak emas paling aktif untuk pengiriman Agustus di divisi Comex New York Exchange terpangkas 4,40 dolar AS atau 0,20 persen menjadi ditutup pada 1.962,20 dolar AS per ounce. Ini merupakan penyelesaian kontrak paling aktif terendah sejak 17 Juli.
Dolar AS menguat menjelang keputusan kebijakan moneter Federal Reserve yang akan dirilis pada Rabu (26/7/2023). Bank sentral AS diperkirakan akan menaikkan biaya pinjaman sebesar 25 basis poin pada tetapi investor juga akan mencari petunjuk bahwa langkah tersebut mungkin yang terakhir dari siklus kenaikan suku bunga.
Indeks dolar yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama saingannya naik 0,247 persen menjadi 101,330, sementara pasar berjangka memperkirakan suku bunga Fed akan naik menjadi 5,43 persen pada November dan tetap di atas 5,0 persen hingga Juni 2024.
"The Fed mungkin tidak akan menaikkan suku lagi pada pertemuan September setelah kenaikan pekan ini, tetapi dengan ekonomi AS dalam kondisi yang lebih baik untuk saat ini, euro menanggung beban kekuatan dolar yang luas," kata John Velis, kepala strategi makro Amerika di BNY Mellon Markets di New York.
Pasar secara luas terfokus pada keputusan Fed atas suku bunga, pada akhir pertemuan dua hari pada Rabu. Tetapi investor juga bertaruh bahwa bank sentral akan mengumumkan jeda yang diperpanjang dalam kenaikan suku bunga di masa depan, mengingat bahwa Fed mendekati akhir dari siklus kenaikan suku bunga selama hampir 16 bulan.
Skenario seperti itu menjadi pertanda baik untuk emas, mengingat kenaikan suku bunga mendorong peluang kerugian investasi dalam emas. Tetapi apakah logam kuning akan dapat merebut kembali rekor tertinggi masih belum pasti, mengingat suku bunga AS juga diperkirakan akan tetap lebih tinggi lebih lama.
Ketidakpastian apakah Fed akan menghentikan siklus kenaikan suku bunganya juga tetap ada, mengingat inflasi AS masih cenderung di atas target tahunan bank sentral sebesar 2,0 persen.