Cina di Mata Jerman: Mitra Sekaligus Saingan

Jerman sangat ingin mempertahankan hubungan baik dengan Cina.

Dok Kedubes Jerman di Indonesia
Duta Besar Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste, Ina Lepel saat press briefing di Jakarta, Selasa (25/7/2023).
Rep: Rizky Jaramaya Red: Nidia Zuraya

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jerman telah mengadopsi pendekatan strategis terhadap Cina di tengah situasi geopolitik yang memanas. Duta Besar Jerman untuk Indonesia, ASEAN, dan Timor Leste, Ina Lepel mengatakan, melanjutkan kerja sama dengan Cina adalah elemen fundamental dari strategi tersebut. 

Baca Juga


"Bagi Jerman, Cina adalah mitra, pesaing, dan saingan yang semakin sistemik. Dengan strategi barunya di Cina, Pemerintah Federal Jerman menjawab pertanyaan tentang bagaimana menghadapi tantangan yang muncul dari Cina. Kami tidak menganggap persaingan dan kerja sama sistemik saling eksklusif," ujar Lepel, dalam press briefing di Jakarta, Selasa (25/7/2023).

Lepel mengatakan, salah satu contoh kerja sama dengan Cina yang menjadi elemen fundamental dari strategi tersebut adalah kebijakan iklim. Cina adalah penghasil emisi CO2 terbesar. Namun, di sisi lain, Cina adalah penghasil energi terbarukan terbesar. Lepel menegaskan, kerja sama dengan Cina sangat penting untuk menyelesaikan krisis iklim global.  

"Ke depan, kami berusaha untuk menegaskan nilai dan kepentingan kami secara lebih efektif dalam hubungan kami dengan Cina," kata Lepel.

Lepel menjelaskan, strategi baru Pemerintah Federal Jerman di Cina bertujuan untuk menentukan cara dan instrumen yang diperlukan untuk memastikan Jerman masih dapat bekerja dengan Cina tanpa membahayakan demokrasi, kedaulatan, dan kemitraan Jerman dengan pihak lain. Jerman merupakan negara dengan ekonomi terbesar di Eropa. Adopsi pendekatan strategis ini adalah tindakan penyeimbang.

Jerman sangat ingin mempertahankan hubungan baik dengan Cina sebagai mitra dagang tunggal terbesarnya dalam beberapa tahun terakhir. Namun, ada kekhawatiran atas meningkatnya ketegasan Beijing dan penolakan untuk mengkritik invasi Rusia di Ukraina.

"Bagi Jerman, Cina tetap menjadi mitra, pesaing, dan saingan sistemik, tetapi aspek persaingan sistemik dalam beberapa tahun terakhir semakin mengemuka. Cina telah berubah dan kebijakan kita terhadap Cina juga harus berubah," ujar Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock.

Dalam strateginya, Pemerintah Jerman berkomitmen untuk memastikan kerja sama ekonomi dengan Cina menjadi lebih adil, lebih berkelanjutan, dan lebih timbal balik. Sementara, ketergantungan Cina pada Eropa terus menurun dan ketergantungan Jerman pada Cina menjadi semakin penting dalam beberapa tahun terakhir.

“Bukan niat kami untuk menghambat kemajuan dan pembangunan ekonomi Cina. Pada saat yang sama, pengurangan risiko sangat dibutuhkan. Namun, kami tidak mengejar pemisahan ekonomi," kata Baerbock.

Pemerintah Jerman berharap perusahaan swasta terus mengawasi perkembangan, data, dan risiko terkait Cina yang relevan. Baerbock mengatakan, Jerman harus lebih fokus pada keamanan ekonominya. 

"Perusahaan yang membuat diri mereka sangat bergantung pada pasar Cina di masa depan harus memikul risiko keuangan yang lebih berat sendiri," ujar Baerbock.

Jerman tidak ingin mengulangi kesalahan karena bergantung pada pasokan gas dari Rusia. Setelah invasi Rusia ke Ukraina meletus, Jerman mengakhiri ketergantungan pasokan gas dari Rusia. Akibatnya, Jerman harus mengambil pasokan gas dari negara lain dengan biaya yang tidak murah.

“Kami tidak mampu melakukan untuk kedua kalinya, sebagai akibat dari perang agresi Rusia, yaitu menghabiskan lebih dari 200 miliar euro di seluruh masyarakat untuk membebaskan diri dari ketergantungan (pasokan gas Rusia),” kata Baerbock.

Strategi baru itu memperjelas bahwa, tidak ada hambatan bagi Jerman untuk melakukan bisnis dengan Taiwan yang memiliki pemerintahan secara demokratis. Beijing mengeklaim Taiwan sebagai bagian dari kedaulatannya. Namun klaim itu ditolak oleh Taiwan.  

“Jerman memiliki hubungan dekat dengan Taiwan di banyak bidang dan ingin mengembangkannya. Status quo Selat Taiwan hanya dapat diubah dengan cara damai dan persetujuan bersama. Eskalasi militer juga akan memengaruhi kepentingan Jerman dan Eropa," ujar Baerbock.

sumber : AP
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler