Hakim Terkaget-kaget Mengapa Proyek BTS Belum Tuntas Sudah Dibayar 100 Persen
Saksi akui konsorsium tower BTS 4G dapat pembayaran 100% sebelum proyek tuntas.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Persidangan kasus dugaan korupsi BTS 4G pada Selasa (25/7/2023) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengungkap adanya pencairan anggaran 100 persen meski proyek belum tuntas.
Hal itu disampaikan oleh Kepala Divisi Lastmile/Backhaul BAKTI Muhammad Feriandi Mirza yang berstatus saksi di persidangan atas terdakwa eks Menkominfo Johnny G Plate, Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020 Yohan Suryanto di kasus korupsi BTS. "Pembayaran dilakukan 100 persen pada saat tanggal 31 Desember 2021," kata Feriandi dalam sidang itu.
Feriandi menyebut ada dana sekitar Rp 9,8 triliun yang diberikan kepada pihak konsorsium. Pencairan tersebut guna pembangunan 4.200 titik tower BTS 4G. "Kalau yang di sini sekitar 9,8 sekian, 4.200 lokasi," ujar Feriandi.
Atas jawaban tersebut, Hakim Ketua Fahzal Hendri melontarkan rasa kagetnya. Feriandi memang berdalih para konsorsium menyampaikan bank garansi. Tapi hal itu masih dipertanyakan oleh Fahzal.
"Enggak berfungsi dulu, enggak on air dulu, baru dibayarkan? Kenapa? Kenapa dibayarkan duluan. Itu yang saya tanya," kata Fahzal.
"Pertimbangan saat itu realisasi anggaran, penyerapan," jawab Feriandi.
Jawaban tersebut mengundang gelak tawa dari Fahzal. Fahzal lantas mendesak konfirmasi kalau tindakan itu dalam rangka memainkan laporan proyek BTS 4G.
"Penyerapan anggaran? Jadi walaupun pekerjaan belum selesai, harus laporannya itu penyerapan anggaran? Dipaksakan harus diterima begitu oleh putusan perusahaan rekanan, begitu maksudnya?" tanya Fahzal.
"Saya tidak tahu," jawab Feriandi.
"Eleh eleh hehehe," sindir Fahzal yang menertawakan jawaban itu.
Diketahui, kontrak paket 1 dan 2 proyek BTS dimenangi oleh Fiberhome, Telkom Infra, dan Multitrans Data sebagai konsorsium. Kontrak paket 1 pembangunan BTS Kominfo terdiri dari 269 titik di Kalimantan dan 439 titik di Nusa Tenggara Timur.
Selanjutnya kontrak paket 2 pembangunan BTS Kominfo terdiri dari 17 titik di Sumatra, 198 titik di Maluku, dan 512 titik di Sulawesi.
Sedangkan paket 3 terdiri dari 409 titik di Papua dan 545 titik pembangunan di Papua Barat yang dikerjakan oleh PT Aplikanusa Lintasarta, Huawei, dan PT Sansaine Exindo sebagai konsorsium.
Berikutnya paket 4 terdiri dari 966 titik di Papua dan paket 5 terdiri dari 845 titik di Papua. Adapun paket 4 dan 5 dikerjakan oleh PT Infrastruktur Bisnis Sejahtera dan ZTE Indonesia sebagai konsorsium.
Diketahui, Johnny G Plate Dkk didakwa merugikan negara hingga Rp8 triliun. Kerugian ini muncul dari kasus korupsi penyediaan infrastruktur BTS 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 Bakti Kominfo Tahun 2020-2022 yang melibatkan Johnny dan lima terdakwa lainnya.
Kelima orang tersebut adalah Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, Tenaga Ahli Human Development (HUDEV) Universitas Indonesia tahun 2020 Yohan Suryanto, Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak, Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment Mukti Ali, dan Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan.
"Bahwa perbuatan terdakwa Johnny Gerard Plate, bersama dengan Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki Muliawan telah mengakibatkan kerugian keuangan negara atau perekonomian negara sebesar Rp8.032.084.133.795,51," kata JPU dalam persidangan pada 27 Juni 2023.
Atas tindakan tersebut, JPU mendakwa Johnny Plate, Anang dan Yohan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.