Pergelutan Mental Sinead O'Connor: PTSD, Depresi, Bipolar, Hingga Keinginan Bunuh Diri

Sinead O'Connor meninggal dunia dalam usia 56 tahun.

MTI
Penyanyi Sinead OConnor yang telah mengubah namanya menjadi Shuhada Sadaqat meninggal dunia dalam usia 56 tahun, Rabu (25/7/2023).
Rep: Adysha Citra Ramadani Red: Reiny Dwinanda

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kepergian penyanyi Sinead O'Connor di usia 56 tahun menyisakan duka yang mendalam bagi industri musik dunia. Di balik kesuksesannya sebagai penyanyi, wanita mualaf tersebut harus bergelut dengan gangguan bipolar hingga pemikiran bunuh diri semasa hidupnya.

"Dengan penuh kedukaan kami mengumumkan meninggalnya Sinead yang kami cintai. Pihak keluarga dan teman (Sinead) sangat terpukul dan meminta privasi untuk melalui waktu yang sangat sulit ini," jelas pernyataan resmi dari pihak keluarga O'Connor yang disampaikan melalui BBC dan RTE, seperti dilansir Today pada Kamis (27/7/2023).

Semasa hidupnya, penyanyi "Nothing Compares 2 U" ini kerap diterpa sejumlah masalah kesehatan. Sebagian besar dari masalah tersebut berkaitan dengan kesehatan mental.

O'Connor sempat berbicara secara terbuka mengenai masalah kesehatan mental yang dia alami dalam sesi wawancara "The Oprah Winfrey Show" pada 2007. Kala itu, O'Connor mengungkapkan bahwa dia terdiagnosis dengan gangguan bipolar. Beberapa tahun sebelum diagnosis tersebut ditegakkan, O'Connor kerap dihantui oleh pemikiran bunuh diri dan ketakutan yang berlebihan.

"Rasanya seperti sebuah ember dengan banyak lubang di dalamnya. Air mata terus mengalir dari setiap lubang itu," UCAP O'Connor.

Sesaat setelah diagnosis ditegakkan, O'Connor mulai rutin menjalani terapi, termasuk mengonsumsi obat-obatan. Obat yang dia konsumsi saat itu adalah obat untuk menstabilkan mood dan obat antidepresan.

Menurut O'Connor, obat-obatan tersebut cukup membantunya. Akan tetapi, dia masih dalam proses untuk memperbaiki kondisi kesehatan mentalnya.

Seiring berjalannya waktu, gangguan bipolar yang diidap O'Connor turut memengaruhi perjalanan kariernya. Pada 2012, misalnya, tur konser O'Connor harus dibatalkan karena kondisi sang penyanyi memburuk akibat gangguan bipolar. Di tahun yang sama, O'Connor juga harus menjalani terapi untuk mengatasi depresinya.

Pada 2017, penyanyi asal Irlandia tersebut kembali berbicara mengenai pergelutannya dengan pemikiran bunuh diri dan masalah kesehatan mental. Melalui sebuah video yang emosional, O'Connor juga mengEklaim bahwa dia dicampakkan oleh keluarganya.

"Mengapa kami sendirian? Orang-orang yang menderita penyakit mental merupakan orang-orang paling rentan di dunia ini. Anda harus merawat kami. Kami tak seperti orang-orang pada umumnya," kata O'Connor.

Dalam video tersebut, O'Connor mengimbau para penggemarnya untuk selalu mengecek keadaan keluarga atau kerabat mereka yang mungkin bergelut dengan masalah kesehatan mental. O'Connor juga mengajak para penggemarnya untuk terlibat aktif dalam memberikan perhatian hingga kasih sayang kepada keluarga atau kerabat mereka yang mengidap masalah kesehatan mental.

"Kunjungi mereka saat di rumah sakit. Jangan membuang mereka di rumah sakit lalu pergi begitu saja," KATA O'Connor.

Beberapa hari setelah kematian anaknya pada Januari 2022, O'Connor juga sempat dirawat di rumah sakit. O'Connor mendapatkan perawatan setelah sebelumnya mengunggah sejumlah cicitan di Twitter yang mengindikasikan bahwa dia akan melakukan bunuh diri.

Dalam cicitan tersebut, O'Connor mengatakan dia akan menyusul sang anak, Shane, yang menutup usia di umur 17 tahun. O'Connor menilai tak ada gunanya dia tetap hidup tanpa sang anak.

O'Connor menyebut sang anak merupakan satu-satunya alasan yang dia miliki untuk tetap bertahan hidup. Di matanya, alasan tersebut hilang bersamaan dengan kematian sang anak.

Baca Juga


Tak lama setelah itu, O'Connor membuat cicitan baru berisikan permintaan maafnya. O'Connor menyadari bahwa dia tak seharusnya membuat unggahan seperti itu.

"Saat ini saya bersama dengan polisi dalam perjalanan ke rumah sakit. Saya minta maaf karena telah membuat orang-orang gundah. Saya merasa tersesat tanpa anak saya dan saya membenci diri saya," ungkap O'Connor.

Namun, O'Connor juga mengatakan bahwa rumah sakit hanya akan membantu untuk sementara waktu. Cepat atau lambat, lanjut O'Connor, dia akan menyusul dan menemui sang anak.

Dalam memoar Rememberings yang dirilis pada 2021, O'Connor juga sempat bercerita mengenai tindak kekerasan yang dia terima dari ibunya semasa kecil. Tindak kekerasan ini menyisakan trauma mendalam di diri O'Connor.

"Saya menderita sebuah kondisi bernama gangguan stres pascatrauma (PTSD) akibat peristiwa yang saya lalui saat beranjak dewasa," ungkap O'Connor.

Masalah kesehatan fisik O'Connor juga turut berimbas pada perburukan kesehatan mentalnya. Pada 2015, O'Connor sempat menjalani prosedur histerektomi radikal untuk mengelola masalah endometriosis yang dia idap. Histerektomi merupakan sebuah prosedur yang dilakukan untuk mengangkat rahim.

Menurut O'Connor, prosedur tersebut sangat memicu kondisi PTSD-nya. O'Connor bahkan harus dirawat beberapa kali di rumah sakit jiwa setelah menjalani prosedur histerektomi.

"Saya melihat diri saya sebagai seorang anjing rescue (yang diselamatkan dari kondisi buruk). Saya akan baik-baik saja sampai Anda menempatkan saya pada situasi yang membangkitkan trauma saya, meski itu hanya sebuah aroma samar," ujar O'Connor.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler