Ingin Tertibkan Hutan Kota Cawang, Pemprov DKI Dapat Peringatan dari Komnas HAM

Belakangan di media sosial, hutan kota di Cawang dinarasikan sebagai 'sarang' LGBT.

Republika/Eva Rianti
Kondisi Hutan Kota UKI Cawang di Kelurahan Kebon Pala, Kecamatan Makasar, Jakarta Timur, Selasa (25/7/2023) malam, usai ramainya pemberitaan sebagai lokasi perkumpulan kaum LGBT.
Rep: Rizky Suryarandikan, Eva Rianti Red: Andri Saubani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) angkat bicara mengenai Pemprov DKI Jakarta yang berencana menertibkan hutan kota di Cawang. Lokasi itu diduga tempat berkumpulnya lesbian, gay, biseksual, dan transgender (LGBT).

Baca Juga


Komnas HAM mengingatkan rencana Pemprov DKI Jakarta itu berpotensi melanggar HAM. Belakangan ini, Hutan Kota UKI Cawang di Jakarta Timur viral di media sosial karena dinarasikan sebagai 'sarang' LGBT. 

"Saya ingatkan PJ Gubernur DKI untuk tidak melakukan upaya-upaya yang mengarah pada praktik diskriminasi dalam akses pelayanan publik yang ada di DKI Jakarta karena itu bisa berpotensi melanggar HAM," kata Komisioner Komnas HAM Anis Hidayah kepada Republika, Kamis (27/7/2023). 

Anis menjelaskan rencana tersebut bertentangan dengan prinsip non diskriminasi yang dianut di Tanah Air. Anis mengingatkan, setiap orang berhak mengakses ruang publik, termasuk taman dan hutan kota di Jakarta. 

"Komnas HAM mengimbau sebenarnya hutan kota sebagai bagian dari kawasan publik ini harusnya bisa diakses oleh semua orang tanpa ada diskriminasi," ujar Anis.

Anis menyebut diskriminasi dapat terjadi lewat beragam bentuk, seperti diskriminasi gender, jenis kelamin, orientasi seksual, suku, agama. Anis menegaskan pelaku diskriminasi bertentangan dengan Undang-Undang HAM. 

"Jadi kalau kembali ke Undang-Undang HAM, salah satu prinsip pemenuhan HAM itu adalah non diskriminasi yang itu dimaknai tidak boleh seseorang mengalami diskriminasi dalam pemenuhan HAM-nya berdasarkan perbedaan (gender, jenis kelamin, orientasi seksual, suku, agama)," ucap aktivis migran tersebut. 

Di sisi lain, ahli tata kota dari Universitas Trisakti, Nirwono Joga memberi sejumlah masukan kepada Pemprov DKI Jakarta terkait pengelolaan taman. Nirwono mendorong Pemprov DKI Jakarta melengkapi taman dan hutan kota dengan pencahayaan dan sistem keamanan. 

"Taman kota dan hutan kota perlu segera dilengkapi CCTV, lampu penerangan yang memadai, serta petugas penjaga taman dan hutan yg berpatroli setiap saat terhadap kegiatan di ruang publik," kata Nirwono kepada Republika, Kamis (27/7/2023). 

Nirwono meminta pengelola taman dan huta kota dapat bersikap tegas. Sehingga segala dugaan pelanggaran disana dapat ditindak lebih dulu. 

"Kegiatan yang melanggar dapat segera dicegah sejak awal dan diberi sanksi tegas misal larangan berkunjung ke taman dan hutan kota di Jakarta (bahkan di kawasan Bodetabek)," lanjut Nirwono. 

Nirwono juga mengusulkan agar Pj Gubernur DKI Jakarta menerbitkan aturan soal sanksi bagi pelanggar keamanan dan ketertiban di taman dan hutan kota. Dengan demikian, mereka bakal jera berbuat kesalahan itu. 

"Pj Gubernur DKI juga harus mengeluarkan aturan yg tegas dan sanksi yang berat terhadap para pelanggar, serta menginstruksikan untuk melakukan penertiban pemanfaatan ruang publik setiap saat," ujar Nirwono.

Sosiolog dari Universitas Gajah Mada (UGM) Sunyoto Usman penertiban hutan kota Cawang hanyalah obat sementara dari masalah LGBT yang lebih besar. 

"Iya itu hanya solusi jangka pendek saja," kata Sunyoto kepada Republika, Rabu (26/7/2024). 

Sunyoto mengingatkan, masalah LGBT sudah berlangsung menahun, termasuk di Ibu Kota. Sunyoto mengamati pemerintah belum mengeluarkan kebijakan komprehensif atas masalah itu. 

"Masalah LGBT bukan barang baru, perlu ada terobosan kebijakan yang efektif," ujar Sunyoto. 

Sehingga, Sunyoto mendorong pemerintah menyiapkan kebijakan jangka pendek, menengah dan panjang dalam mengatasi LGBT. Sunyoto menyarankan kebijakan itu mesti mencakup target yang jelas, struktur organisasinya, dukungan finansial, sekaligus infrastukturnya. 

"Eksplorasi norma berbasis aturan hukum, agama, adat dan konsensus sosial juga perlu," ucap Sunyoto. 

 


 

 

Hutan kota Cawang belakangan menjadi sorotan publik karena dikenal sebagai ‘sarang’ berkumpulnya kalangan LGBT. Warga setempat berpendapat agar hutan kota tersebut diubah peruntukannya menjadi taman kota untuk mengantisipasi kembali terjadinya perkumpulan kaum LGBT.

“Harusnya ini dibikin jadi taman kota saja, bukan hutan kota,” kata salah satu warga, Agus Saini (42 tahun) saat ditemui Republika di kawasan Hutan Kota UKI Cawang, Selasa (25/7/2023) malam.

Agus mengungkapkan, jika didesain menjadi taman kota, nantinya kondisi fasilitasnya diantaranya meliputi arena olahraga hingga sarana tempat bermain anak (playground). Serta yang terpenting adalah dilengkapi dengan penerangan yang memadai selayaknya taman. Bukan hutan kota yang seperti sekarang dengan kondisi begitu gelap. 

“Taman Kota kan ada buat pejalan kaki, mereka buat olahraga, terus dikasih lampu-lampu taman, kayak semacam Taman Menteng lah, itu kan bagus. Kalau begini (hutan kota) kan hutan-hutan saja, ya memang paru-paru Jakarta, tapi kalau dimanfaatkan dengan tidak baik kan hal seperti ini akan sering terjadi terus,” tutur dia. 

Senada, warga lainnya, Fauzi (38 tahun) juga mengungkapkan agar hutan kota Cawang bisa diubah peruntukannya menjadi taman kota. Pasalnya, jika hutan kota terus seperti saat ini –gelap dan dianggap strategis untuk perkumpulan LGBT-, kondisi itu sulit berubah. Menurut Fauzi, jika diubah menjadi taman kota, kawasan itu bisa menarik perhatian warga untuk melakukan berbagai aktivitas, terutama berolahraga atau sekedar menikmati alam.

Hal itu lambat laun akan menghilangkan dengan sendirinya kalangan LGBT yang kerap menjadikan hutan kota sebagai lokasi yang nyaman untuk berkumpul selama ini. “Malam pun kalau terang (setelah jadi taman kota), enggak mungkin ada perkumpulan kaum itu,” tutur dia.

Menanggapi usulan itu, Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Timur menyampaikan hal itu tidak bisa dengan mudah dilakukan. Ketua Seksi Taman Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota Jakarta Timur Yanti Rosanna menjelaskan, untuk menjadikan hutan kota Cawang menjadi taman kota butuh waktu dan proses yang panjang. Di antaranya lantaran hutan kota tersebut bukan merupakan aset Pemerintah Daerah (Pemda) DKI Jakarta, melainkan milik swasta yang peruntukannya lebih kepada fungsi sebagai ‘paru-paru’ Jakarta.

Hutan kota itu bukan aset dari Pemda, itu masih (milik) Jasa Marga. Nah, kita hanya kebagian tugas dalam pemeliharannya saja. Peruntukannya memang untuk hutan,” kata Yanti saat dihubungi Republika, Kamis (27/7/2023).

Yanti mengatakan, bahwa hutan kota dan taman kota memang berbeda. Hutan kota lebih menenkankan pada suplai oksigen. Sementara itu, taman kota peruntukannya lebih kepada penggunaan oleh masyarakat.

“Kalau diubah jadi taman kota, berarti pohon dan lain sebagainya akan jadi nomor dua, tetapi kalau hutan kota berarti pohon dan elemen hutan itu menjadi nomor satu, sebagai paru-pari kota. Cuma memang lokasi itu disalahgunakan oleh orang-orang tertentu, tetapi bukan berarti itu kesalahan dari hutan itu,” tutur dia.

Lebih lanjut, Yanti mengatakan bahwa perlu dilakukan kajian yang tidak singkat untuk bisa menganalisis mana yang lebih penting antara hutan kota dan taman kota di titik tersebut. Namun, dia menyebut belum ada perencanaan untuk melakukan kajian itu. Selain itu juga kaitannya dengan perubahan aset dulu.

“Proses ke taman kota butuh waktu yang lama dan kajian untuk perubahan peruntukan dari hutan kota ke taman kota. Kemudian, soal aset pun akan melakukan perubahan aset terlebih dahulu dari Jasa Marga ke kita. Nah Jasa Marga ini kan bukan Pemda DKI, saya enggak tahu seperti apa pengalihan lahannya apakah dia berkenan atau tidak,” ujar dia.

 

LGBTQ - (Tim infografis Republika)

 

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler