Oknum Imigrasi Kembali Jadi Tersangka Kasus Penjualan Ginjal
Para oknum menerima uang suap dari para tersangka TPPO modus jual ginjal.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polda Metro Jaya kembali menetapkan tiga oknum imigrasi sebagai tersangka kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO) dengan modus jual ginjal jaringan internasional Indonesia-Kamboja. Sampai dengan saat ini sudah ada empat orang oknum pegawai Imigrasi wilayah Bali terlibat TPPO modus jual ginjal
“Sementara malam ini kita sudah tetapkan 3 tersangka,” ujar Dirreskrimum Polda Metro Jaya Kombes Hengki Haryadi kepada awak media, Jumat (28/7).
Menurut Hengki, penetapan tersangka baru adalah hasil dari pendalaman yang dilakukan oleh penyidik Polda Metro Jaya di Bali. Hanya saja dia belum membeberkan identitas dan peran ketiga tersangka baru tersebut. Namun dia memastikan bahwa para oknum menerima uang suap dari para tersangka TPPO modus jual ginjal.
“Kita secara bersinambungan akan melaksanakan pemeriksaan, gabungan bersama Bareskrim juga kemarin, dan kita akan kembangkan terus,” kata Hengki.
Sementara oknum Imigrasi yang terlebih dulu ditahan dan ditetapkan sebagai tersangka berinsial AH berperan membantu meloloskan korban pada saat pemeriksaan Imigrasi di Bandara Ngurah Rai, di Bali. Diduga oknum Imigrasi berinisial AH tersebut menerima imbalan sekitar Rp 3 juta per orang yang diberangkatkan ke Kamboja.
"Yang bersangkutan mendapat Rp 3,2 juta sampai Rp 3,5 juta per kepala yang diberangkatkan dari Bali," terang Hengki.
Dalam kasus ini Polda Metro Jaya menangkap dan menetapkan 12 orang sebagai tersangka. Ke-12 tersangka masing-masing berinisial MA alias L, R alias R, DS alias R alias B, HA alias D, ST alias I, H alias T alias A, HS alias H, GS alias G, EP alias E, LF alias L. Mereka dikenakan Pasal 2 Ayat (1) dan Ayat (2) dan atau Pasal 4 Undang Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.
Kemudian selain Aipda M, juga seorang pegawai imigrasi berinisial AH alias A. Pegawai imigrasi Bali tersebut disangkakan Pasal 8 Ayat (1) UU RI Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang yang berbunyi setiap penyelenggara negara yang menyalahgunakan kekuasaan yang mengakibatkan terjadinya tindak pidana perdagangan orang.