Pengamat Militer: Indonesia Perlu Bergabung dengan BRICS
Ada lima negara yang bakal diterima menjadi anggota baru BRICS.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengamat militer dan pertahanan Connie Rahakundini Bakrie mendorong Indonesia untuk segera bergabung dengan kelompok negara-negara berkembang BRICS karena dunia saat ini memerlukan keseimbangan aspek pertahanan, keamanan, dan ekonomi.
"Itu (urgensi untuk bergabung BRICS) adalah keniscayaan," kata Connie saat ditemui di sela acara peringatan 96 tahun berdirinya Tentara Pembebasan Rakyat Cina (PLA) di Jakarta, Senin (31/7/2023).
Kelompok negara-negara berkembang beranggotakan Brasil, Rusia, India, Cina, dan Afrika Selatan yang pertama kali menggelar konferensi tingkat tingginya pada 2009 ini dibentuk untuk mengimbangi dominasi Barat yang dipimpin Amerika Serikat (AS).
Kelima negara anggota BRICS saat ini berpotensi tumbuh menjadi penggerak perekonomian dunia terbesar pada 2050. Untuk itu, Connie mengatakan bahwa Indonesia perlu mempererat hubungan dengan BRICS demi memperkuat perekonomian.
Dia juga menyinggung keputusan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk menyediakan biji-bijian dan pupuk secara gratis bagi negara-negara Afrika adalah contoh nyata dari upaya BRICS mengatasi masalah ekonomi, khususnya di negara-negara berkembang.
Sebelumnya, Duta Besar untuk Asia dan BRICS di Kementerian Luar Negeri Afrika Selatan Anil Sooklal mengungkapkan bahwa ada lebih dari 40 negara yang telah mengutarakan minatnya untuk bergabung BRICS. Sebanyak 22 negara di antaranya telah mengajukan permohonan resmi. Afrika Selatan merupakan ketua BRICS tahun ini.
Surat kabar Business Standard baru-baru ini melaporkan bahwa pada KTT BRICS yang akan digelar di Johannesburg pada 22-24 Agustus, ada lima negara yang bakal diterima menjadi anggota baru organisasi tersebut. Menurut surat kabar India mengutip TASS, kelima negara itu adalah Argentina, Mesir, Indonesia, Uni Emirat Arab (UAE), dan Arab Saudi.
Ini bukan pertama kali Indonesia disebut-sebut sebagai calon anggota BRICS berikutnya. Saat KTT BRICS di Xiamen, Cina, pada 2017, kantor berita Xinhua bahkan tiga kali menyebut Indonesia berpotensi bergabung dalam kelompok tersebut.
Rusia sarankan BRICS membangun fasilitas...
Kerja sama antariksa
Sejumlah potensi kerja sama juga muncul di BRICS. Kepala badan antariksa Rusia pada Senin (24/7/2023), menyarankan mitra Moskow dalam kelompok negara BRICS membangun fasilitas modul bersama untuk stasiun orbital luar angkasa.
Tawaran ini sebagaimana dilaporkan dari pertemuan BRICS tentang kerja sama antariksa di Hermanus, Afrika Selatan. Media Rusia, Interfax mengatakan "diasumsikan" modul pertama Stasiun Orbital Rusia (ROS) diluncurkan pada 2027 dan pembangunannya selesai pada 2032.
Pada saat itu, Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS) - salah satu forum kerja sama terakhir antara Washington dan Moskow, telah berakhir. Invasi Rusia ke Ukraina, membuat hubungan keduanya mencapai titik nadir dan kemungkinan ISS dinonaktifkan.
"Saya ingin mengundang mitra BRICS untuk ... membuat modul yang lengkap yang, sebagai bagian dari ROS,’’ Kata Direktur Jenderal Lembaga Antariksa Rusia, Roscosmos, Yuri Borisov.
Ini akan memungkinkan anggota BRICS menggunakan orbit rendah Bumi untuk mengimplementasikan program ruang angkasa nasional mereka.
Menurut Borisov, pada Agustus tahun lalu bahwa stasiun ruang angkasa barunya akan terdiri dari enam modul dan platform layanan, untuk menampung hingga empat kosmonot, dan dibangun dalam dua tahap. Tidak ada tanggal yang diberikan.
Pada September, Borisov mengatakan stasiun ini akan mengorbit Bumi di sekitar kutub. Dengan kondisi ini, sehingga memungkinkannya untuk mengamati lebih banyak wilayah Rusia yang luas dan mengumpulkan data baru tentang radiasi kosmik.