Ketua MUI Tasikmalaya Siap Tanggung Jawab Atas Kehadirannya di Kegiatan Al Zaytun

Kiai Ate menjelaskan, dalam Pasal 28 UUD 1945, setiap orang berhak menyampaikan penda

Republika/Thoudy Badai
Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang.
Red: Muhammad Subarkah

REPUBLIKA.CO.ID, TASIKMALAYA -- Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Tasikmalaya, KH Ate Mushodiq, mengakui kehadirannya dalam kegiatan Syukuran 77 Tahun Syekh Al Zaytun pada Ahad (30/7/2023). Sosok ulama yang juga merupakan ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kota Tasikmalaya itu siap bertanggung jawab atas kehadirannya itu. 

Kedatangannya itu disebut sebagai upaya tabayun ke Pesantren Al Zaytun. Ia pun mengingatkan bahwa yang setiap orang tak boleh dengan mudah menyatakan suatu hal salah atau benar, bahkan baik pemerintah maupun MUI sekalipun. 
 
"Saya mengingatkan kepada semua, baik pemerintah maupun MUI bertabayun. Jangan terlalu cepat menyesatkan," kata dia saat dihubungi Republika.co.id, Selasa (1/8/2023).
 
Kiai Ate menyatakan, MUI bukanlah hakim atau pengadilan yang berhak menyatakan sesuatu benar atau salah. Menurut dia, proses menyatakan benar atau salah itu harus melalui penyelidikan polisi, lalu ke kejaksaan, dan diputuskan melalui pengadilan. 
 
"Salah dan benar, ada pengadilan. Jangan menghakimi dan semua harus bertabayun. Jangan terlalu cepat menyesatkan. Itu sikap saya," ujar dia.
 
Ia mengakui muncul gejolak usai kehadirannya di Pesantren Al Zaytun. Namun, ia menilai hal itu sebagai dinamika. Pasalnya, sikapnya itu dijamin oleh Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
 
 
 

 

Kiai Ate menjelaskan, dalam Pasal 28 UUD 1945, setiap orang berhak menyampaikan pendapat atau pikiran. Itu merupakan hak asasi manusia merdeka yang dijamin UUD 1945.
 
"(Yang menentang) Ini kan tidak baca undang-undang semua. Tidak ngerti. Semua harus taat UUD, tidak ada siapapun yang berhak menentukan salah atau benar. Harus tabayun," kata dia.
 
Ia pun siap mempertanggungjawabkan atas kehadirannya di Pesantren Al Zaytun. Sebab, tindakannya itu dijamin oleh UUD, yaitu berkumpul, berserikat, dan menyampaikan pikiran. 
 
"Boleh menyampaikan pendapat. Siapun boleh. Jadi jangan pakai kacamata kuda, tapi harus jernih," kata dia.
 
Saat ini, kiai Ate memgaku sedang berada di Jakarta. Kehadirannya di Jakarta itu dalam rangka tabayun masalah kehadirannya di Pesantren Al Zaytun kepada PBNU.
 
Berdasarkan penelusuran Republika, kehadiran kiai Ate dalam kegiatan Pesantren Al Zaytun itu dipublikasikan oleh akun YouTube Al-Zaytun Official. Selain kiai Ate, terdapat sejumlah nama lain yang hadir dalam kegiatan itu, di antaranya Guru Besar UIN Jakarta Prof Amsal Bakhtiar, akademisi Anwar Budiman, Fachrurozi Majid dari Nurcholis Madjid Society, dan lainnya.
 
Usai informasi itu beredar, PCNU mengadakan musyawarah gabungan pada Senin (31/7/2023). Berdasarkan hasil musyawarah itu, diketahui kiai Ate memberikan sambutan atau pidato selama 13 menit dalam acara syukuran 77 tahun pimpinan Al Zaytun. 
 
"MC acara menyebutkan beliau sebagai Ketua MUI Kota Tasikmalaya, Ketua PCNU Kota Tasikmalaya, Ketua FKUB Kota Tasikmalaya, maka Syuriyah NU Kota Tasikmalaya mengadakan musyawarah gabungan," kata Khatib Syuriyah PCNU Kota Tasikmalaya, KH Pepep Puad Muslim, dalam keterangan video, Senin.
 
Dari hasil musyawarah tersebut, ada beberapa sikap yang dinyatakan PCNU Kota Tasikmalaya terkait kehadiran kiai Ate. Salah satunya, PCNU Kota Tasikmalaya menyesalkan peristiwa yang terjadi dan dipublikasikan secara masif melalui media sosial.
 
"Karena isi pidato tersebut menyinggung banyak pihak, terutama ulama dan cendikia, kami memohon maaf sebesar-besarnya," kata kiai Pepep.
 
Ia menambahkan, pihaknya juga mendesak kepada Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jawa Barat (Jabar) dan diteruskan kepada Pengurus Pusat NU (PPNU), untuk memberikan sanksi organisasi secara tegas. Sanksi tegas itu disebut bisa sampai proses pemberhentian, sesuai AD/ART dan peraturan yang berlaku.
Baca Juga



Bayu Adji P

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Berita Terpopuler