Muslim Australia Khawatirkan RUU Baru Mengkriminalisasi Mereka
Muncul juga kekhawatiran RUU itu membatasi hak Muslim Australia.
REPUBLIKA.CO.ID, CANBERRA -- Kelompok Muslim Australia menolak kebijakan baru yang melarang keberadaan bendera yang digunakan oleh Negara Islam (ISIS). Hal ini muncul di tengah kekhawatiran kebijakan tersebut dapat mengarah pada kriminalisasi tampilan citra Islam yang sah.
Pemerintah Albania baru-baru ini memperkenalkan undang-undang yang akan melarang tampilan simbol Nazi, yang secara diam-diam diperpanjang hingga mencakup bendera kelompok ISIS.
Organisasi dan pakar Muslim mengecam makna yang luas dari RUU tersebut. Mereka khawatir larangan tersebut akan meluas ke penegasan iman, dalam teks Arab yang ditampilkan pada bendera ISIS.
Dilansir di Daily Mail, Kamis (3/8/2023), muncul juga kekhawatiran RUU itu membatasi hak Muslim Australia menjalankan agama mereka.
Dosen senior Universitas Nasional Australia, Raihan Ismail, mengatakan hasil dari RUU ini bisa menjadi bencana besar bagi umat Islam di Australia. Kecuali, jika nantinya isi dari RUU itu diubah.
"Mereka (Muslim) berhak khawatir bendera semacam itu dapat disalahartikan sebagai bendera Negara Islam dan pada gilirannya akan dikriminalisasi. Hasilnya adalah bencana besar," kata dia.
Orang Australia biasa disebut tidak bisa membaca atau mengerti tulisan Arab. Mereka tidak mengerti arti syahadat bagi umat Islam, serta tidak mengerti bahwa bendera hitam dalam Islam tidak secara eksklusif berarti bendera ISIS.
Dalam informasi terbaru, disampaikan RUU itu akan ditinjau oleh komite bersama parlemen untuk intelijen dan keamanan, yang telah dibanjiri pengajuan.
"RUU itu menempatkan Muslim Australia dalam bahaya, karena praktik keagamaan mereka diawasi dan bahkan dikriminalisasi," kata pengajuan Dewan Imam Nasional Australia.
Oleh karena itu, komunitas Muslim Australia mendesak dan menolak simbol-simbol ini dilarang atau dianggap sebagai simbol kebencian.
Dari draf yang beredar, Rancangan Undang-Undang pemerintah itu menyatakan sesuatu yang hampir menyerupai bendera Negara Islam yang mungkin disamarkan, atau disalahartikan sebagai bendera Negara Islam, akan dilarang.
Federasi Dewan Islam Australia khawatir representasi apa pun dari kesaksian iman Islam, Syahadat atau Penutup Nabi Muhammad dapat dilarang. Mereka juga menyebut tidak ada seruan untuk melarang simbol-simbol semacam itu di puncak keberadaan Negara Islam.
"Patut dipertanyakan mengapa ada kebutuhan untuk menggabungkan ini dengan kebangkitan simbologi Nazi, pada saat Negara Islam sedang mengalami kemunduran," ucap mereka.
Ketika Jaksa Agung Mark Dreyfus memperkenalkan RUU Amendemen Legislasi Kontra-Terorisme ke parlemen pada Juni lalu, dia mengungkapkan bahwa bendera ISIS akan menjadi bagian dari larangan tersebut.
"Pemerintah mengakui ada perbedaan penting antara Negara Islam, yang merupakan organisasi teroris dengan ideologi kekerasan, dengan agama Islam, yang sangat dihormati dan dihargai sebagai bagian dari komunitas multikultural Australia," ujar Mark Dreyfus.
Ia juga menyebut pemerintah Australia mengutuk Islamofobia dan mendukung komunitas Muslim Australia menentang terorisme dalam segala bentuknya.
Di sisi lain, Negara Islam dinilai terus menghasut dan melakukan tindakan kekerasan terhadap Muslim, serta minoritas agama non-Muslim, di kawasan ini dan secara global.
Juru bicara Dreyfus mengatakan pemerintah akan mempertimbangkan rekomendasi yang dibuat oleh penyelidikan untuk memperbaiki undang-undang. Mereka juga akan memastikan tidak ada konsekuensi yang tidak diinginkan.