Mengenal Kampung Halaman Para Ulama 'Penjelajah' Hadits
Para ahli hadits tersebar di berbagai kawasan.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dalam ilmu hadits, nama-nama besar seperti Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Abu Dawud barangkali tidaklah asing. Namun, dari mana mereka berasal, boleh jadi merupakan satu hal yang baru didengar.
Syauqi Abu Khalil dalam Atlas Hadits menjelaskan bahwa salah seorang penulis kitab-kitab hadits adalah orang Arab, yakni Imam Malik bin Anas (kitabnya Al Muwatha). Sedangkan, ulama hadits yang lainnya terletak dari negara-negara di daerah Transoxiana.
Transoxiana merupakan suatu daerah yang berada di antara Sungai Syrdarya dan Amudarya, baik warga pribumi asli atau hanya sekadar lahir di sana. Seperti Imam Al Qusyairi An Naisaburi untuk menekuni hadits Rasulullah SAW, padahal mereka berasal dari kaum dan bangsa yang berbeda-beda.
Adapun Imam Bukhari berasal dari daerah Bukhara yang terletak di daerah Transoxiana. Imam Muslim berasal dari daerah Naisabur di Khurasan, Imam Abu Dawud berasal dari Sajastan di Afghanistan. Imam An-Nasa'i dari Nasa di Turkmenistan.
Sedangkan, Imam Tirmidzi dari Desa Tirmidz yang terletak di tepi Sungai Amudarya di Uzbekistan. Imam Ibnu Majah dari Desa Qazwain di Iran, Imam Ahmad bin Hambal ayahnya berasal dari daerah Moro di Khurasan.
Mengapa mereka tersentralisasi dari daerah yang hampir sama? Dijelaskan bahwa jawabannya adalah kemenangan Islam tidak diperoleh dengan membedakan yang menang dan yang kalah, penguasa dan hamba sahaya yang dikuasai.
Kemenangan Islam diperoleh dengan konsep "Aku (penguasa) menyamakan diriku sama denganmu (rakyat). Hak dan kewajibanmu sama dengan hak dan kewajibanku."
Agama Islam tidak hanya bagi satu bangsa atau milik satu kaum. Islam datang sebagai rahmat bagi seluruh alam semesta (lil alamin). Hal ini sebagaimana firman Allah dalam Alquran surat Al Hujurat ayat 13, "Yaaa ayyuhan naasu innaa khalaqnaakum min zakarinw wa unsaa wa ja'alnaakum shu'uubanw wa qabaaa'ila lita'aarafuu inna akramakum 'indal laahi atqookum innal laaha 'Aliimun khabiir."
Yang artinya, "Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti."
Islam dikenal oleh non-Muslim melalui pengokohan toleransi dan dialog antaragama. Islam tidak meresahkan mereka. Kaum Muslim justru mengajak mereka berdialog dengan sopan dan santun serta memperlakukan mereka dengan baik. Islam justru memerintahkan mereka untuk senantiasa berbakti kepada kedua orang tua yang merupakan dua orang yang paling sayang dan baik baginya.