Pembakaran Alquran di Denmark dan Swedia Tindakan Ekstremis

Pelaku pembakaran Alquran orang-orang anti-Islam.

AP
Kelompok Patriot Denmark (Danske Patrioter) jadi penggerak aksi pembakaran Alquran di Denmark.
Red: Ferry kisihandi

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON – Sejumlah akademisi Inggris yang menekuni kajian agama menegaskan serangan terhadap Alquran di negara-negara Skandinavia merupakan tindakan ekstremis yang harus dicegah. Ini merespons  pembakaran Alquran di Denmark dan Swedia yang terus berulang.

Baca Juga


Kedua negara beralasan tak bisa mencegah karena bagian kebebasan ekspresi. David Thomas, profesor teologi dan agama University of Birmingham kepada laman berita Anadolu menatakan, pembakaran Alquran benar-benar tindakan ekstremis. 

‘’Itu jelas tindakan ekstrem. Tak mudah memang mengetahui motif pasti pelaku pembakaran. Namun yang jelas mereka anti-Islam dan mereka tahu pembakaran Alquran ini sendiri memicu reaksi,’’ kata Thomas, seperti dilansir Middle East Monitor, Jumat (4/8/2023).

Ia menambahkan, kecaman atas serangan terhadap Alquran di seluruh dunia termasuk dari Pemerintah Inggris dapat dimengerti. ‘’Alquran bagi Muslim bukan sekadar kitab. Maka bisa dipahami Muslim merasa terhina,’’ jelasnya. 

Terkait desakan agar pemerintah menerapkan undang-undang untuk mencegah serangan terhadap kitab suci dari agama manapun, ia mengakui itu sulit. Sebab ketika sebuah pemerintah meloloskan undang-undang semacam itu, ada konsekuensi yang harus dihadapi. 

Makanya, Thomas menyatakan perlu diskusi dan pemerikiran panjang sebelum akhirnya memutuskan ditetapkannya undang-undang semacam itu. 

Sebelumnya, Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson, mendesak warganya menggunakan kebebasan berekspresi secara bertanggung jawab. Dengan demikian, ada tanggung jawab yang harus dipikirkan ketika menyampaikan pendapat termasuk ketika berunjuk rasa. 

Ia merujuk pada aksi pembakaran Alquran yang terjadi di Stockholm yang berulang. ‘’Di negara bebas seperti Swedia, Anda memiliki kebebasan luas. Namun dengan tingkat kebebasan tinggi, ada pula tanggung jawab yang besar,’’ katanya dalam konferensi pers, Selasa (1/8/2023). 

Semua yang bersifat legal, menurut dia, tidak seluruhnya tepat. Ini bisa saja buruk tetapi tetapi sesuai hukum. ‘’Kami berupaya mengembangkan sikap menghormati antara negara dengan rakyatnya,’’ katanya menegaskan.

Namun, Kristersson menegaskan, perubahan drastis undang-undang yang menjamin kebebasan berbicara bukan pilihan tetapi pemerintah mendorong perubahan yang mengizinkan polisi menghentikan pembakaran Alquran jika melahirkan ancaman bagi keamanan Swedia. 

‘’Kita sepenuhnya memiliki sistem politik yang berbeda dengan mereka yang mengkritik Swedia, sepenuhnya berbeda dalam pandangan terhadap HAM, termasuk kebebasan berbicara,’’ kata Kristersson. Denmark juga mengkaji keamanan setelah terjadi pembakaran Alquran.

Alison Scott-Baumann, profesor di Centre for Islamic Studies, SOAS University menyatakan, pembakaran Alquran dipicu diskursus politisi yang merujuk ide menciptakan musuh di dalam masyarakat. 

Ide itu, jelas Baumann, diusung filsuf Nazi, Carl Schmidt yang menyatakan, untuk menciptakan masyarakat yang damai, perlu diciptakan musuh yang dibenci di dalam masyarakat itu sendiri.’’Ini situasi yang sekarang terjadi di negara Nordik.’’

Jika sebuah masyarakat telah menciptakan musuhnya sendiri, jelas Baumann yang dikutip laman Anadolu,  mereka akan mengarahkan kebenciannya kepada musuh yang sengaja dibuatnya itu daripada ke pemerintah. 

’’Pemerintahan demokratis mestinya bisa membedakan kebebasan berbicara dan membangkitkan provokasi. Ini (pembakaran Alquran) provokasi,’’ katanya. 

Maka, ia menekankan,’’Tindakan yang memicu kekerasan bukanlah kebebasan berekspresi tetapi tindakan ilegal.’’ Selain itu, jelas Baumann, negara-negara Skandinavia melihat dirinya memiliki hak istimewa dalam konteks kebebasan berekspresi. 

Namun menurut dia, di negara beradab manapun tindakan semacam itu ilegal. Isu ini semakin sulit ditangani karena faktor media sosial juga. Ini alasan mengapa aksi pembakaran Alquran begitu efektif karena pesan menyebar dalam beberapa detik saja. 

 

sumber : Reuters
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler