Wagner Pertimbangkan Permintaan Bantuan dari Junta Niger
Kelompok bayaran Wagner sedang mempertimbangkan permintaan dari Junta Niger.
REPUBLIKA.CO.ID, NIAMEY -- Junta militer Niger telah meminta bantuan dari kelompok tentara bayaran asal Rusia Wagner. Permintan itu muncul saat tenggat waktu untuk membebaskan presiden terguling negara itu Mohamed Bazoum berakhir pada Ahad (6/8/2023).
Permintaan itu datang saat kunjungan pemimpin kudeta Jenderal Salifou Mody ke negara tetangga Mali. Menurut laporan jurnalis dan peneliti senior di Soufan Center Wassim Nasr, Mody melakukan kontak dengan seseorang dari Wagner.
Nasr mengatakan tiga sumber dari Mali dan seorang diplomat Prancis mengkonfirmasi pertemuan yang pertama kali dilaporkan oleh France 24. “Mereka membutuhkan (Wagner) karena mereka akan menjadi jaminan mereka untuk memegang kekuasaan,” ujarnya.
Menurut Nasr, kelompok bayaran tersebut sedang mempertimbangkan permintaan tersebut. Seorang pejabat militer Barat berbicara tanpa menyebut nama karena mereka tidak berwenang untuk berkomentar mengatakan, telah mendengar laporan bahwa junta meminta bantuan dari Wagner di Mali.
Junta Niger menghadapi tenggat waktu yang ditetapkan oleh blok regional yang dikenal sebagai ECOWAS untuk membebaskan dan mengembalikan Bazoum yang terpilih secara demokratis. Kepala pertahanan dari anggota ECOWAS menyelesaikan rencana intervensi pada Jumat (5/8/2023).
Mereka mendesak militer untuk mempersiapkan sumber daya setelah tim mediasi yang dikirim ke Niger sehari sebelumnya tidak diizinkan memasuki kota. Mereka juga tidak bisa bertemu dengan pemimpin junta Jenderal Abdourahmane Tchiani.
Setelah kunjungannya ke Mali, Mody memperingatkan terhadap intervensi militer. Dia bersumpah bahwa Niger akan melakukan segala hal yang diperlukan untuk tidak menjadi Libya baru.
Niger telah dilihat sebagai mitra kontraterorisme terakhir yang dapat diandalkan Barat di wilayah yang sering terjadi kudeta dalam beberapa tahun terakhir. Para junta telah menolak bekas penjajah Prancis dan beralih ke Rusia.
"Tidak dapat mengatakan ada implikasi langsung Rusia dalam kudeta Niger, tetapi jelas, ada sikap oportunistik di pihak Rusia, yang mencoba mendukung upaya destabilisasi di mana pun mereka menemukannya,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Prancis Anne-Claire Legendre.
Selama berhari-hari setelah junta Niger merebut kekuasaan, warga mengibarkan bendera Rusia di jalanan. Juru bicara Prancis itu menggambarkan Wagner sebagai resep untuk kekacauan.
Tapi, beberapa warga Niger menolak klaim junta. “Itu semua palsu,” kata Amad Hassane Boubacar, yang mengajar di Niamey University.
“Mereka menentang campur tangan asing untuk memulihkan ketertiban dan legalitas konstitusional. Namun sebaliknya, mereka siap untuk membuat perjanjian dengan Wagner dan Rusia untuk merusak tatanan konstitusional. Mereka siap untuk membakar negara sehingga mereka dapat mempertahankan posisi mereka secara ilegal," kata Boubacar.
Menteri Luar Negeri Prancis Catherine Colonna mengatakan pada Sabtu (5/8/2023), ancaman kekuatan regional dapat dipercaya. Dia memperingatkan para pemberontak untuk menanggapinya dengan serius.
“Kudeta tidak lagi pantas… Sudah waktunya untuk mengakhirinya,” kata Colonna.
Kementerian Luar Negeri Prancis mengatakan, Prancis mendukung dengan keteguhan dan tekad upaya ECOWAS. Paris menyerukan agar Bazoum dan semua anggota pemerintahannya dibebaskan.
Para pemimpin militer Niger telah mengikuti pedoman Mali dan negara tetangga Burkina Faso yang juga dijalankan oleh junta. Namun, mereka telah bergerak lebih cepat untuk mengkonsolidasikan kekuasaan.
Kondisi ini tergambar dengan Wagner datang ke Mali pada akhir 2021. Militer Prancis segera disingkirkan setelah bertahun-tahun bermitra. Wagner kemudian ditunjuk sebagai organisasi teroris oleh Amerika Serikat, dan mitra internasional mungkin memiliki reaksi yang lebih kuat sekarang.
Tapi masih banyak lagi yang dipertaruhkan di Niger. AS dan mitra lainnya telah menggelontorkan ratusan juta dolar bantuan militer untuk memerangi ancaman milisi yang berkembang di kawasan itu.
Prancis memiliki 1.500 tentara di Niger, meskipun para pemimpin kudeta mengatakan telah memutuskan perjanjian keamanan dengan Paris. Sedangkan AS memiliki 1.100 personel militer yang masih bertahan di sana.
“Jika junta berusaha keras dan menggalang rakyat di sekitar bendera, bahkan mungkin mempersenjatai milisi sipil, intervensi dapat berubah menjadi kontra pemberontakan multifaset yang tidak akan siap ditangani oleh ECOWAS,” kata sebuah laporan oleh Institut Hudson.