Akademisi: Penistaan Alquran di Swedia dan Denmark Akibat Disusupi Filsuf Nazi

Pemerintah demokratis harus bisa bedakan antara kebebasan berbicara dan provokasi

AP
Salwan Momika digiring meninggalkan Kedubes Irak
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Akademisi Inggris mengatakan, penistaan kitab suci Alquran di negara-negara Skandinavia adalah tindakan ekstremis yang harus dicegah. Seorang profesor masyarakat dan agama di Pusat Studi Islam di Universitas SOAS, Alison Scott-Baumann menyatakan, pembakaran Alquran di negara-negara Skandinavia adalah akibat dari efek yang ditimbulkan oleh wacana para politisi, yang disusupi oleh gagasan menciptakan musuh dalam masyarakat, seperti yang diutarakan oleh filsuf Nazi, Carl Schmidt.

"Pemerintah yang demokratis harus bisa membedakan antara kebebasan berbicara dan provokasi yang disengaja. Ini adalah tindakan provokasi," kata Scott-Baumann, dilaporkan Anadolu Agency, Jumat (4/8/2023).

Scott-Baumann mengingat keputusan Uni Eropa bahwa, tindakan yang memicu kekerasan bukanlah kebebasan berekspresi tetapi tindakan ilegal. Kendati demikian, Scott-Baumann menekankan bahwa negara-negara Skandinavia memandang diri mereka istimewa dalam hal kebebasan berekspresi.

"Ini, menurut saya, di negara beradab mana pun, ini adalah tindakan ilegal," kata Scott-Baumann.

Filsuf Nazi, Schmitt mengatakan, untuk mencapai masyarakat yang damai, sangat penting untuk membangun musuh internal untuk dibenci.  "Ini adalah situasi saat ini di negara-negara Nordik," kata Scott-Baumann.

Scott-Baumann menambahkan, jika masyarakat menciptakan musuh, orang akan mengarahkan kebencian mereka kepada musuh buatan, bukan pemerintah. Dia menegaskan, media sosial punya peran besar dalam menyebarkan kebencian. Dia mengatakan, media sosial sangat efektif dalam menyiarkan pembakaran Alquran karena pesan kebencian itu menyebar dalam hitungan detik.

Baca Juga


Benar-benar tindakan ekstremis....

David Thomas, profesor teologi dan agama University of Birmingham kepada laman berita Anadolu mengatakan, pembakaran Alquran benar-benar tindakan ekstremis. 

 ‘’Itu jelas tindakan ekstrem. Tak mudah memang mengetahui motif pasti pelaku pembakaran. Namun yang jelas mereka anti-Islam dan mereka tahu pembakaran Alquran ini sendiri memicu reaksi,’’ kata Thomas. 

Ia menambahkan, kecaman atas serangan terhadap Alquran di seluruh dunia termasuk dari Pemerintah Inggris dapat dimengerti. ‘’Alquran bagi Muslim bukan sekadar kitab. Maka bisa dipahami Muslim merasa terhina,’’ jelasnya. 

Terkait desakan agar pemerintah menerapkan undang-undang untuk mencegah serangan terhadap kitab suci dari agama manapun, ia mengakui itu sulit. Sebab ketika sebuah pemerintah meloloskan undang-undang semacam itu, ada konsekuensi yang harus dihadapi. 

Makanya, Thomas menyatakan perlu diskusi dan pemerikiran panjang sebelum akhirnya memutuskan ditetapkannya undang-undang semacam itu. 

Sebelumnya, Perdana Menteri Swedia, Ulf Kristersson, mendesak warganya menggunakan kebebasan berekspresi secara bertanggung jawab. Dengan demikian, ada tanggung jawab yang harus dipikirkan ketika menyampaikan pendapat termasuk ketika berunjuk rasa. 

Ia merujuk pada aksi pembakaran Alquran yang terjadi di Stockholm yang berulang. ‘’Di negara bebas seperti Swedia, Anda memiliki kebebasan luas. Namun dengan tingkat kebebasan tinggi, ada pula tanggung jawab yang besar,’’ katanya dalam konferensi pers, Selasa (1/8/2023). 

Semua yang bersifat legal, menurut dia, tidak seluruhnya tepat. Ini bisa saja buruk tetapi tetapi sesuai hukum. ‘’Kami berupaya mengembangkan sikap menghormati antara negara dengan rakyatnya,’’ katanya menegaskan.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler