Australia akan Segera Miliki Bank Syariah Pertama
Islamic Bank Australia rencananya akan mulai beroperasi mulai pertengahan 2024.
REPUBLIKA.CO.ID -- Bank syariah telah menjadi bagian integral dari sistem keuangan di negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim. Bahkan, kehadiran bank syariah juga mulai mendominasi di negara dengan penduduk yang minoritas Muslim, seperti Inggris, Afrika Selatan, Sri Lanka, dan Thailand.
Kabar baiknya, mulai pertengahan 2024, Australia juga akan segera memiliki bank Islam pertama yang akan menjangkau 813 ribu penduduk Muslim di Australia. Karena berlandaskan hukum syariah, layanan perbankan yang akan dijalankan pun harus mentaati dan selaras dengan hukum Islam.
Seperti, tidak memperbolehkan riba ataupun berinvestasi di industri yang diharamkan seperti yang berkaitan dengan alkohol maupun perjudian.
Dalam tulisannya di The Conversation, akademisi dari RMIT University, Md Saifullah dan Profesor of Finanance dari University of Newcastle, Abul Shamsuddin, menerangkan, ada empat hal utama yang membedakan antara bank syariah dan bank konvensional.
Pertama, bank syariah tidak membebankan atau membayar bunga.
"Bank syariah tidak terlibat dalam spekulasi properti atau aktivitas seperti perdagangan derivatif, ketiga bank syariah tidak berinvestasi dalam bisnis yang dianggap haram oleh Islam dan keempat adalah bank syariah menunjuk dewan kedua secara khusus untuk mengawasi kepatuhannya terhadap peraturan hukum Islam," seperti dikutip dari the Australian, Senin (7/8/2023).
Tantangan utama bagi Islamic Bank Australia adalah mendapatkan akreditasi dari Australian Prudential Regulatory Authority (APRA), lembaga yang mengatur industri perbankan komersial Australia. Hadirnya perbankan syariah pun akan membawa beberapa isu baru bagi perbankan Australia secara lebih luas.
Pasalnya, hingga kini Australia belum memiliki badan pengawas untuk memantau perbankan syariah. Artinya, semua tanggung jawab dalam pengawasan akan dibebankan kepada dewan pengawas bank sentral di negara tersebut.
Padahal, di negara yang mayoritas penduduknya Muslim seperti Malaysia, Dewan Penasihat Syariahnya terpisah dan ditunjuk oleh bank sentral negara tersebut. Tugasnya adalah untuk mengawasi industri keuangan Islam. Hal ini juga yang diterapkan di Indonesia.
Saat ini, Komite Syariah Islamic Bank Australia memiliki tiga anggota, yakni Ashraf MD Hashim yang juga merupakan Dewan Penasihat Syariah di Malaysia, Akademisi Ekonomi Syariah di Arab Saudi Mohamed Ali Elgari, dan lulusan perbankan Islam yang tinggal di Australia, Rashid Raashed. Karena hanya satu orang yang berada di Australia, dikhawatirkan akan terjadi kerumitan peran untuk memahami kondisi terkini serta keadaan riil keuangan di Australia.
Tantangan berikutnya, dalam praktiknya, bank syariah pertama di Australia ini akan berinteraksi secara langsung dengan bank konvensional di Australia. Dalam interaksinya, tentunya Islamic Bank Australia harus tetap mematuhi hukum syariah, namun juga harus mematuhi semua persyaratan peraturan perbankan Australia.
"Dengan demikian, pasti akan menemukan transaksi berbasis bunga. Misalnya, Islamic Bank Australia harus memiliki rekening untuk menyelesaikan setiap transaksi dengan Reserve Bank dan harus mengacu pada tolok ukur yang ada, seperti suku bunga yang mendasarinya," tulis mereka.
Sehingga, Islamic Bank Australia dan bank-bank yang ada di negara kangguru tersebut harus membiasakan diri untuk beradaptasi dengan aturan dan kebiasaan. Namun, Australia tidak perlu berkecil hati, karena kehadiran bank syariah telah terbukti berhasil memperkuat perekonomian di negara-negara barat lainnya seperti Inggris.