Kejagung: Putusan Kasasi MA untuk Ferdy Sambo dkk Sudah Akomodasi Tuntutan Jaksa
Dua hakim Mahkamah Agung menyatakan beda pendapat terhadap putusan kasasi Ferdy Sambo
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) menilai putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) terhadap para terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat (J) sudah sesuai dengan dakwaan dan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU). Kepala Pusat Penerangan dan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan, putusan kasasi terhadap terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf menandai tuntasnya proses hukum terkait kasus pembunuhan berencana di Duren Tiga 46 Jakarta Selatan (Jaksel) 2022 itu.
Menurut Ketut, meskipun kasasi MA mengubah dan mengurangi masa hukuman masing-masing terdakwa, pertimbangan putusan tak mengubah penyangkaan jaksa saat pendakwaan. Putusan kasasi MA, kata Ketut, masih menguatkan pengenaan dakwaan utama Pasal 340 KUH Pidana juncto Pasal 55 ayat (1) KUH Pidana terhadap terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Dalam hal pengurangan hukuman, kata Ketut, putusan kasasi MA masih sesuai dengan harapan jaksa pada saat penuntutan. Ketut menerangkan, JPU pada saat penuntutan, meminta hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) menghukum Ferdy Sambo dengan pidana penjara seumur hidup. Putusan yang sama dikuatkan di tingkat peradilan banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Di level kasasi, dengan pengubahan hukuman menjadi seumur hidup, menurut Ketut kembali sesuai dengan tuntutan jaksa pada saat sidang tingkat pertama. Terhadap terdakwa Putri Candrawathi, pun kata Ketut, PN Jaksel memberikan hukuman 20 tahun penjara. Meskipun kata Ketut putusan tersebut dikuatkan di PT DKI Jakarta.
Namun pada saat penuntutan, JPU, kata Ketut, pun hanya meminta majelis hakim menghukum istri dari Ferdy Sambo itu selama 8 tahun penjara. Dan dalam putusan kasasi, hakim agung mengurangi hukuman 20 tahun penjara terhadap Putri Candrawathi menjadi 10 tahun. Dan itu, kata Ketut, masih sesuai dengan tuntutan awal jaksa.
Begitu juga terhadap dua terdakwa lagi, Ricky Rizal dan Kuat Maruf. Terhadap Ricky Rizal, pengurangan hukuman dari 13 menjadi 8 tahun penjara dalam kasasi MA, sesuai dengan tuntutan jaksa pada saat sidang pertama di PN Jaksel. Putusan kasasi yang mengurangi masa pemidanaan terhadap Kuat Maruf dari 15 menjadi 10 tahun penjara, juga sejalan dengan tuntutan JPU yang meminta hakim peradilan tingkat pertama menjatuhkan hukuman terhadap pembantu rumah tangga (ART) keluarga Sambo itu selama 8 tahun penjara.
“Artinya apa, dari semua yang sudah diputuskan dalam kasasi oleh Mahkamah Agung tersebut, dengan segala pertimbangannya sudah mengakomodir dengan baik keinginan teman-teman jaksa penuntut umum,” kata Ketut saat konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Rabu (9/8/2023).
Namun, penilaian Ketut tentang kasasi MA terhadap empat terdakwa tersebut yang sudah mengakomodir dan sesuai dengan tuntutan jaksa di awal persidangan, berbeda dengan reaksi hukum yang dilakukan kejaksaan terhadap Richard Eliezer (RE). Eliezer adalah satu-satunya terdakwa dalam kasus pembunuhan Brigadir J yang dihukum ringan.
Putusan ringan Eliezer...
Terhadap Eliezer, majelis hakim peradilan tingkat pertama di PN Jaksel hanya menghukumnya selama 1 tahun 6 bulan. Putusan ringan tersebut, tak sesuai dengan tuntutan jaksa pada saat itu yang meminta hakim menjatuhkan pidana penjara selama 12 tahun. JPU pada saat itu mampu membuktikan Eliezer, sebagai eksekutor pembunuhan Brigadir J di Duren Tiga 46.
Eliezer, pun mengakui perbuatannya menembak mati Brigadir J lebih dari tiga kali. Meskipun perintah eksekusi penembakan tersebut, juga terbukti di persidangan atas perintah dari Ferdy Sambo.
Majelis hakim tingkat pertama, pun mengabulkan permohonan justice collaborator terhadap Eliezer. Karena itu, hakim menghukumnya dengan pidana ringan, dan Eliezer memilih tak banding ke PT DKI Jakarta.
Akan tetapi JPU, juga menerima putusan hukuman ringan terhadap Eliezer tersebut, dengan memutuskan tak banding. Padahal putusan hakim pada saat itu, tak sesuai dengan tuntutan jaksa. Eliezer sudah menjalani pemidanaan, dan sejak 4 Agustus 2023 dinyatakan bebas bersyarat.
Kepala Biro Humas MA Sobandi menerangkan, putusan kasasi MA terhadap empat terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J tersebut, tak mufakat. Kata dia ada lima hakim pengadil dalam kasasi tersebut. Dua diantaranya, menyatakan berbeda pendapat.
Hakim Suhadi selaku ketua majelis kasasi, dan empat anggota lainnya, Hakim Suharto, Hakim Jupriyadi Hakim Desnayeti, dan Hakim Yohanes Priyatna. “P1 dan P3 dissenting opinion, atau DO,” kata Sobandi.
Akan tetapi, dalam pemutusan perkara, suara terbanyak yang menjadi jalan keluar pandangan berbeda para hakim. “Dissenting opinion itu berbeda pendapat dengan putusan, dan itu memang dibolehkan. Dua (hakim) yang dissenting opinion, tetapi, yang dikuatkan yang tiga,” tegas Sobandi.
Dengan adanya hasil kasasi tersebut, kata Sobandi, secara hukum putusan terhadap empat terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J tersebut sudah inkrah dan sudah dapat dieksekusi. “Sudah inkrah, sudah berkekuatan hukum tetap,” ujar Sobandi.
Menunggu eksekusi...
Selanjutnya, terkait dengan putusan kasasi MA untuk Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf, Ketut mengatakan, Kejagung menunggu salinan lengkapnya dari MA. Karena menurutnya, langkah hukum selanjutnya yang dapat dilakukan kejaksaan hanya mentaati putusan MA tersebut dengan melakukan eksekusi atas hasil kasasi tersebut.
“Kita saat ini hanya menunggu salinan lengkap dari MA untuk dilakukan eksekusi putusan kasasi terhadap empat terdakwa tersebut,” ujar Ketut.
Adapun terkait dengan upaya hukum lanjutan yang dapat dilakukan Kejagung untuk dapat melawan putusan MA dan mengembalikan hukuman sebelumnya, kata Ketut, kasasi merupakan penanda inkrahnya proses hukum. Kejagung, kata dia, tak lagi mempunyai sarana hukum untuk melakakukan upaya hukum luar biasa, seperti Peninjauan Kembali (PK) atau yang lain.
Ketut menerangkan, hak pengajuan PK menurut KUHAP, milik para terpidana dan ahli warisnya. Sementara hak PK oleh kejaksaan, sudah ‘dibredel’ melalui putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 20/PUU-XXI/2023. Putusan MK tersebut menganulir kewenangan kejaksaan dalam mengajukan PK seperti dalam Pasal 30 C huruf h.
“Sehingga menggugurkan kewenangan JPU dalam mengajukan PK terhadap putusan pengadilan pidana yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap atau inkrah,” kata Ketut.
“Dan PK, hanya bisa diajukan oleh terpidana atau ahli warisnya,” tutur Ketut menegaskan.