Cerita Telegram, Pemblokiran di Irak, dan Kekecewaan
Larangan Telegram di Irak telah ditanggapi dengan reaksi beragam.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA---Aplikasi Telegram diblokir di negara Irak dengan alasan keamanan nasional. Menanggapi larangan tersebut, Telegram menyatakan bahwa semua data pengguna di aplikasinya sangat aman dan tidak menimbulkan risiko bagi pengguna. Dijelaskan bahwa tidak ada yang dapat mengakses data tersebut selain pihak yang terlibat.
Telegram menyatakan akan melakukan pembicaraan dengan pemerintah Irak untuk melihat bagaimana layanannya dapat dipulihkan. Para pengguna aplikasi diminta untuk tetap tenang selama waktu sekarang.
“Harap tetap tenang, semua data pengguna sangat aman dan kami akan melakukan semua yang kami bisa untuk mengembalikan layanan kami. Kami sedang dalam pembicaraan dengan pemerintah,” demikian pernyataan Telegram, dikutip dari laman Gizchina.
Larangan Telegram di Irak telah ditanggapi dengan reaksi beragam. Sementara beberapa pengguna menyatakan kekecewaan dan frustrasi, yang lain menyambut baik langkah tersebut sebagai cara yang diperlukan untuk memerangi terorisme dan melindungi keamanan nasional.
Wael Abdulal, pakar teknologi Irak, dan pendiri startup e-commerce Miswag serta aplikasi media sosial Nabd, mengkritik larangan tersebut. Dia mengatakan larangan itu "akan berdampak buruk pada merek dan orang-orang yang mengandalkan aplikasi untuk komunikasi".
Omar Alshaikhli, pakar teknologi Irak lainnya dan pendiri platform media sosial Hayatech dan aplikasi seluler, Tech Hub, juga menyatakan keprihatinannya terhadap larangan tersebut. Dia menyatakan bahwa ini “akan membatasi kebebasan berekspresi dan dapat mengarah pada penggunaan aplikasi obrolan yang kurang aman”.
Namun, Ali Al-Mawlawi, seorang ahli keamanan Irak dan kepala penelitian di Pusat Perencanaan dan Studi Al-Bayan, mendukung larangan tersebut. Dia mengatakan bahwa larangan tersebut adalah “langkah yang baik untuk mengatasi terorisme dan melindungi keamanan nasional”.
Dampak larangan
Larangan Telegram di Irak memiliki beberapa implikasi bagi warganya dan lanskap digital yang lebih luas di negara tersebut. Berikut adalah beberapa poin penting untuk dipertimbangkan:
1. Komunikasi: Telegram adalah aplikasi obrolan yang banyak digunakan di Irak, dengan jutaan pengguna mengandalkannya untuk komunikasi. Larangan tersebut akan mengganggu kemampuan orang, merek, dan organisasi untuk terhubung dan bertukar data.
2. Kebebasan Berekspresi: Larangan tersebut menimbulkan kekhawatiran tentang kebebasan berekspresi dan akses informasi. Telegram telah menjadi platform untuk diskusi terbuka dan berbagi ide. Jika dilarang, ada risiko membatasi keragaman suara dan opini negara.
3. Ekonomi Digital: Larangan tersebut juga dapat berdampak pada ekonomi digital di Irak. Banyak merek dan pengusaha mengandalkan Telegram untuk pemasaran, dukungan pelanggan, dan e-niaga. Hilangnya platform ini dapat menghambat kemampuan mereka untuk menjangkau pengguna dan menjalankan bisnis.
4. Platform Alternatif: Dengan pelarangan Telegram, pengguna dapat beralih ke aplikasi obrolan alternatif yang masih aktif di Irak. Hal ini dapat menyebabkan orang harus menggunakan aplikasi yang kurang aman yang memiliki sedikit regulasi.
Keputusan pemblokiran Telegram di Irak merupakan tanggapan atas kekhawatiran atas pelanggaran data pribadi adan keamanan nasional. Sementara pemerintah bertujuan untuk melindungi privasi dan keamanan warganya, larangan tersebut berimplikasi pada komunikasi, kebebasan berekspresi, ekonomi digital, dan penggunaan platform alternatif. Masih harus dilihat bagaimana keputusan ini akan membentuk lanskap digital di Irak, dan apakah solusi alternatif akan muncul untuk mengatasi kekhawatiran yang diangkat oleh pemerintah.