Muncul Kasus Nabidz, Halal Corner Kritisi Skema Self-declare Halal

Skema self-declare dinilai memiliki kelemahan.

Tangkapan layar
Wine merek Nabidz mengeklaim produknya halal lewat fasilitas Self Declare.
Rep: Zahrotul Oktaviani Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Founder Halal Corner, Aisha Maharani, menyoroti skema self-declare atau pernyataan pelaku usaha yang dikeluarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). Hal ini disampaikan menyusul kasus yang terjadi pada produk Nabidz.

Baca Juga


"Sebenarnya saya sudah bertahun-tahun lalu, sebelum self-declare ini dicanangkan, saya sudah sering mengkritisi kelemahan-kelemahannya," ujar dia saat dihubungi Republika.co.id, Senin (14/8/2023).

Hal pertama yang menjadi perhatian adalah perihal pendidikan dari pendamping Proses Produk Halal (PPH). Untuk mengisi posisi tersebut, syarat pendidikan minimalnya adalah SMA dari berbagai jurusan.

Setelahnya, mereka yang mendaftar di posisi tersebut akan mendapatkan pelatihan selama tiga hari. Usai pelatihan, mereka akan mendapat sertifikat Pendamping PPH dan sudah bisa mulai melaksanakan tugasnya.

"Ini sebetulnya riskan. Kalau saya pribadi, ketika memulai konsultan halal kan belajarnya bukan satu, dua tahun, tapi tahunan. Harus ada pengetahuan bahan, proses dan prosedur halal. Ini harus dimiliki oleh pendamping PPH, penyelia halal, auditor, maupun konsultan halal. Ini standar minimum," lanjut dia.

Selanjutnya, ia menyoroti perihal kemampuan menganalisa masalah klien. Jika tidak ada kemampuan dasar ini, maka ke depannya dalam melaksanakan tugas disebut tidak bisa berjalan seoptimal mungkin.

Hal ketiga yang perlu diperhatikan adalah tentang keberadaan komite fatwa di BPJPH. Untuk pengajuan sertifikasi halal melalui skema self-declare akan langsung ditangani oleh komisi tersebut.

"Ini tidak lagi ditangani oleh MUI. Kami tidak tahu bagaimana kompetensi mereka, bagaimana standar fatwanya," kata Aisha.

Adanya kasus ini pun dinilai sebagai sebuah kecolongan dari BPJPH. Menurutnya, skema ini perlu diperbaiki agar tidak muncul lagi kasus-kasus serupa.

Skema ini sendiri disebut sebagai sebuah langkah yang bagus karena bertujuan untuk membantu pemilik usaha kecil di Indonesia. Namun, langkah yang dilakukan harus tetap cermat. Ia menilai proses audit ke lapangan tetap harus dilakukan, bukan hanya melihat dari dokumen atau laporan pemilik usaha dan Pendamping PPH.

Aisha juga menyebut ia telah mencoba menghubungi pemilik produk Nabidz ini, sebelum ramai dibicarakan masyarakat. Ia ingin mengetahui bagaimana prosesnya hingga sertifikasi halal ini bisa didapat dan mencari titik kesalahannya. Namun, pemilik usaha ini memilih untuk menutup mulut.

Akhirnya ia pun memilih untuk menelusuri sendiri. Dari informasi yang ada di media sosial, pemilik sejak awal memang menyebut produknya adalah wine halal dalam unggahan pribadinya.

Tidak berhenti di situ, Halal Corner juga melakukan uji lab untuk mengetahui kandungan alkohol dari produk tersebut. Hasilnya, pada 10 Agustus 2023 keluar data yang menunjukkan produk ini mengandung 8,84 persen etanol.

"Kita ambil pengujian yang hasilnya tiga hari. Jadi klaim yang disampaikan produsen bahwa ini nol persen alkohol ini bohong. Dia (produsen) juga berdalih ini menggunakan proses istihalal, padahal cuka beda lagi dengan wine," ujar dia.

Hasil uji lab ini disebut telah disampaikan kepada BPJPH melalui email. Di sisi lain, ia juga meneruskan hasilnya kepada MUI dan didukung oleh Ketua Komisi Bidang MUI Asrorun Ni'am Sholeh untuk disebarkan ke masyarakat.  

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler