Tak Pernah Tetapkan Kehalalan Nabidz, MUI: Kami tak Bertanggung Jawab Atas Sertifikatnya

Sertifikat halal Nabidz diperoleh melalui self declare.

Tangkapan layar
Wine merek Nabidz mengeklaim produknya halal lewat fasilitas Self Declare.
Rep: Ratna Ajeng Tejomukti Red: Nashih Nashrullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Jagat maya dihebohkan dengan produk jus buah anggur Nabidz yang telah mendapatkan sertifikat halal meski dari segi kemasan, warna, dan rasa dianggap menyerupai wine

Baca Juga


Dilansir dari akun Instagram @adityadwiputras menyebut minuman tersebut sebagai wine halal. “Wine halal? Kok bisa? Yes! Dengan biotechnology dan di istihalahkan dengan ilmu fiqih, Alhamdulillah sudah dibuat sedemikian rupa hingga teruji dan tersertifikasi halal oleh MUI.”

Terkait hal ini, Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Niam Sholeh menegaskan, MUI tidak pernah menetapkan kehalalan atas produk Nabidz. Oleh karena itu, MUI tidak bertanggung jawab atas terbitnya sertifikat halal produk Nabidz.

“Sesuai pedoman dan standar halal yang dimiliki MUI, MUI tidak menetapkan kehalalan produk yang menggunakan nama yang terasosiasi dengan yang haram. Hal ini termasuk dalam hal rasa, aroma, dan kemasan seperti wine. Apalagi jika prosesnya melibatkan fermentasi anggur dengan ragi, persis seperti pembuatan wine,” terang Kiai Niam.

Kiai Niam menjelaskan Fatwa MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang Standardisasi Fatwa Halal menyebutkan empat kriteria penggunaan nama dan bahan yaitu sebagai berikut:

  1. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada kekufuran dan kebatilan  
  2. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan, bakpia dan bakpao 
  3. Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan bahan campuran bagi komponen makanan/minuman yang menimbukan rasa/aroma (flavour) benda-benda atau binatang yang diharamkan, seperti mie instan rasa babi, bacon flavour, dan lain-lain 
  4. Tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan nama-nama makanan/minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer, dan lain-lain

Dia menambahkan, selain itu, yang juga perlu menjadi perhatian khusus untuk produk minuman adalah kadar alkohol/etanol dalam minuman. Fatwa MUI Nomor 10 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman yang Mengandung Alkohol/Etanol menyebutkan bahwa minuman beralkohol yang masuk kategori khamr adalah minuman yang mengandung alkohol/etanol (C2H5OH) minimal 0.5 persen. Minuman beralkohol yang masuk kategori khamar adalah najis dan hukumnya haram, sedikit ataupun banyak.

Baca juga: Ketika Berada di Bumi, Apakah Hawa Sudah Berhijab? Ini Penjelasan Pakar

“Melihat dari dua fatwa tersebut, berarti ada persyaratan yang tidak terpenuhi pada produk Nabidz. Pertama, terkait dengan bentuk kemasan dan sensori produk. Kedua, produk minuman telah melalui serangkaian proses sehingga diperlukan uji etanol. Oleh karenanya, produk seperti ini seharusnya tidak bisa disertifikasi melalui jalur self declare,” ungkap Kiai Niam.

Pihaknya mengimbau agar seluruh masyarakat Muslim tetap kritis terhadap produk yang akan dikonsumsinya.

Informasi Produk: 

  • Nama Sampel                : Nabidz Chateau De Java
  • Nama Produsen             : tidak ada informasi di label kemasan
  • Nomor Lot                     : tidak ada informasi di label kemasan
  • Tanggal produksi            : tidak ada informasi di label kemasan
  • Tanggal Kadaluarsa        : tidak ada informasi di label kemasan
  • Nomor PIRT                   : P-IRT 2103174010813-27
  • Nomor Sertifikat Halal    : ID131110003706120523

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler