Hadits Ini Disalahpahami Seakan Nabi SAW Perintahkan Membunuh, Padahal Ini yang Benar
Rasulullah SAW menghormati siapa pun, termasuk musyrik yang belum syahadat.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA— Dalam sebuah hadits dari Ibnu Umar dijelaskan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan untuk memerangi siapa pun sampai mereka bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah SWT. Berikut teks haditsnya,
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَشْهَدُوْا أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدَاً رَسُوْلُ اللهِ وَيُقِيْمُوْا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوْا الزَّكَاةَ فَإِذَا فَعَلُوْا ذَلِكَ عَصَمُوْا مِنِّيْ دِمَاءَهَمْ وَأَمْوَالَهُمْ إِلاَّ بِحَقِّ الإِسْلاَمِ وَحِسَابُهُمْ عَلَى اللهِ تَعَالَى. رَوَاهُ اْلبُخَارِي وَمُسْلِمٌ
“Dari Ibnu Umar radhiyallahuanhu berkata: ‘Rasulullah SAW telah bersabda: ”Aku diperintahkan untuk memerangi manusia hingga mereka bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang haq selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, menegakkan shalat, menunaikan zakat. Maka apabila mereka telah melakukan itu semua, maka mereka telah melindungi darah dan harta mereka dariku, kecuali dengan hak Islam dan perhitungan mereka (hisab) di sisi Allah SWT” (HR Al-Bukhari dan Muslim).
Hadits tersebut bisa berbahaya jika tidak dipahami dengan benar. Lalu, apakah hadits tersebut sahih? Jika demikian, benarkah Rasulullah menyuruh membunuh manusia sampai mereka bersyahadat?
Dikutip dari alukah, hadits tersebut sahih, tidak diragukan lagi keasliannya. Itu diriwayatkan Bukhari dan Muslim di awal, dan itu ada di dalam kitab Mushannaf Abdurrazzaq, Mushannaf Ibnu Abi Syaibah, Sunan al-Nasa'i, Sunan al-Tirmidzi, Sunan Abu Dawud, Sunan Ibnu Majah, Sunan al-Darimi, Sunan al-Daraqutni, dan al-Tabarani, Al-Bayhaqi, Musnad Ahmad, Musnad al-Bazzar, dan Shahih Ibnu Hibban.
Baca juga: Ketika Berada di Bumi, Apakah Hawa Sudah Berhijab? Ini Penjelasan Pakar
Berdasarkan teks yang disampaikan dalam hadits tersebut disebutkan bahwa “Aku diperintahkan berperang, bukan aku diperintahkan membunuh.” Sementara, memerangi itu bukan berarti membunuh dan diperbolehkannya berperang tidak mensyaratkan diperbolehkannya membunuh.
Pemahaman teks dan konteks di atas juga dikuatkan dengan narasi Baihaqi yang meriwayatkan dari Imam Syafi’i:
لَيْسَ الْقِتَالُ من الْقَتْل بسبيل فقد يَحِلُّ قِتَالُ الرَّجُلِ وَلَا يَحِلُّ قَتْلُهُ
“Perang tidaklah sama dengan membunuh karena boleh jadi kita dibolehkan memerangi seseorang tapi tidak boleh membunuhnya.”
Selain itu, maksud hadits Nabi SAW di atas adalah ditujukan untuk memerangi kafir harbi musyrikin yang mengancam eksistensi komunitas Islam, bukan untuk ahlul kitab yang sudah terikat perjanjian damai dan membayar jizyah.
"Kami memahami dari hadits bahwa pejuang di sini adalah untuk musyrik yang berperang menghalangi jalan Allah SWT," tulis Alukah.
Perlu diketahui juga bahwa tujuan jihad bukanlah untuk membunuh. Sebaliknya, Allah SWT justru berfirman:
وَمَا لَكُمْ لَا تُقَاتِلُوْنَ فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَالْمُسْتَضْعَفِيْنَ مِنَ الرِّجَالِ وَالنِّسَاۤءِ وَالْوِلْدَانِ الَّذِيْنَ يَقُوْلُوْنَ رَبَّنَآ اَخْرِجْنَا مِنْ هٰذِهِ الْقَرْيَةِ الظَّالِمِ اَهْلُهَاۚ وَاجْعَلْ لَّنَا مِنْ لَّدُنْكَ وَلِيًّاۚ وَاجْعَلْ لَّنَا مِنْ لَّدُنْكَ نَصِيْرًا
"Dan mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang yang lemah, baik laki-laki, perempuan, maupun anak-anak yang berdoa, “Ya Tuhan kami, keluarkanlah kami dari negeri ini (Makkah) yang penduduknya zalim. Berilah kami pelindung dari sisi-Mu, dan berilah kami penolong dari sisi-Mu” (QS An-Nisa ayat 75).
Sementara itu, Rais Syuriah PCI Nahdlatul Ulama Australia-New Zealand KH Nadirsyah Hosen atau Gus Nadir menjelaskan, hadits dari Ibnu Umar di atas muncul setelah turunnya perintah perang dalam surat al-Taubah yang ditujukan kepada kaum musyrikin.
"Jadi konteks hadis ini dalam suasana peperangan, bukan dalam suasana normal," jelas Gus Nadir dikutip dari situs pribadinya.
Baca juga: Alquran Bukan Kalam Allah SWT Menurut Panji Gumilang, Ini Bantahan Tegas Prof Quraish
Kata Gus Nadir, itulah sebabnya Ibnu Hajar dalam kitabnya Fathul Bari mengatakan, hadist ini dipakai untuk menafsirkan QS al-Taubah: 5:
“Apabila sudah habis bulan-bulan haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kalian jumpai mereka, dan tangkaplah mereka. Kepunglah mereka dan intailah di tempat pengintaian. Jika mereka bertobat dan mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka berilah kebebasan kepada mereka untuk berjalan. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”