Pakar Studi Kebencian: Pembakaran Alquran untuk Provokasi Umat Islam
Kejahatan rasial terhadap Muslim capai rekor tertinggi selama lima tahun di Inggris.
REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Gelombang serangan terhadap Alquran di beberapa negara Eropa dilakukan oleh individu yang ingin memprovokasi umat Islam. Seorang pakar studi kebencian di University of Leicester, Chris Allen mengenang Terry Jones, seorang pengkhotbah evangelis di Amerika Serikat (AS) yang membakar Alquran di depan umum pada 2010 dengan sengaja untuk menghasut komunitas Muslim.
“Mereka melakukannya (membakar Alquran) dengan harapan bahwa mereka yang jauh lebih terpinggirkan akan benar-benar menanggapi, di mana hal ini memperkuat argumen mereka bahwa semua Muslim, secara default, persis sama dengan mereka yang menanggapi dengan cara tertentu," kata Allen, dilaporkan Anadolu Agency.
Allen mengatakan, sejak itu fokus penyerangan terhadap Muslim dan Islam menjadi jauh lebih menonjol di kelompok sayap kanan dan sayap kanan ekstrim di hampir seluruh dunia Barat. Mengenai sikap pemerintah Eropa atas insiden tersebut, Allen mengatakan, dia tidak percaya mereka akan melampaui kecaman.
“Level politik elit dari semua negara ini (Denmark, Swedia, Jerman, Prancis, Inggris, Italia, Yunani) mereka sudah sangat memberatkan dan sangat negatif, terkadang diskriminatif terhadap Muslim dan komunitas Muslim di negara mereka,” kata Allen.
Allen mempertanyakan apakah pemerintah di negara-negara Barat akan bertindak tegas terhadap individu yang melecehkan Alquran. “Saya kira pemerintah nasional tidak terlalu peduli dengan hal-hal ini, karena menurut saya mereka tidak benar-benar membela komunitas minoritas, baik itu Muslim, pengungsi, atau migran,” ujarnya.
Allen mengatakan insiden penistaan Alquran, serta kecaman terhadap komunitas Muslim atau komunitas migran dan kulit hitam dalam berbagai kasus sebenarnya memperkuat pesan partai sayap kanan. Menyinggung kasus di Inggris tentang sikap terhadap Muslim, Allen mengatakan, ada kesenjangan antara kebijakan dan sayap kanan 10 tahun lalu, yang menjadi sangat dekat.
“Apa yang dikatakan Partai Nasional Inggris dan Liga Pertahanan Inggris tentang Muslim 10 tahun lalu, Partai Konservatif, yang sekarang menjadi partai pemerintahan kami, dan oleh mayoritas besar di Inggris, sebenarnya mengatakan hal yang sangat mirip,” kata Allen.
Sebuah laporan menyatakan, Islamofobia dan kejahatan rasial terhadap Muslim telah mencapai rekor tertinggi selama lima tahun di Inggris, dan meningkat setiap tahun. Allen mengatakan, Inggris sekarang memiliki pemerintah yang tidak peduli untuk menanggapi diskriminasi ini.
Allen menambahkan, situasinya serupa di seluruh Eropa. Menurutnya, pandangan tentang sayap kanan 10 atau 20 tahun lalu kini menjadi arus utama di media maupun ruang politik.
“Apa yang dikatakan tentang Muslim 20 tahun yang lalu perlahan-lahan telah menjadi arus utama, di mana sekarang, itu adalah pandangan arus utama, untuk percaya bahwa Muslim adalah sebuah masalah, Muslim sedang mencoba untuk mengambil alih. Semua hal ini adalah bagian dari sudut pandang politik arus utama,” kata Allen.
Allen mengutip contoh PEGIDA di Jerman, Liga Utara di Italia, Fajar Emas di Yunani dan Demokrat Swedia. Menurutnya, semua partai politik itu melakukan tindakan yang sama persis. Allen berpendapat, jika serangan terhadap Alquran terus berlanjut maka akan timbul kekerasan dan ekstremisme.
“Kekerasan melahirkan kekerasan dengan cara yang sama seperti ekstremisme melahirkan ekstremisme. Jika seseorang merespons menggunakan kekerasan dan melihat itu sebagai respons yang sah, maka saya pikir kita dapat melihat keadaan semakin memburuk,” ujar Allen.
Dalam beberapa bulan terakhir telah terjadi insiden pembakaran dan penistaan terhadap Alquran secara berulang kali. Tindakan tercela ini dilakukan oleh tokoh-tokoh Islamofobia dan kelompok sayap kanan, terutama di Eropa utara dan negara-negara Nordik.
Sebagian besar insiden terjadi di Swedia dan Denmark. Sebagian besar insiden itu terjadi di luar masjid dan kedutaan besar negara-negara Muslim seperti Turki, Arab Saudi, Pakistan, Irak, Iran, Indonesia, dan Mesir.
Tindakan provokatif itu diizinkan oleh otoritas terkait dan dilakukan di bawah perlindungan polisi. Hal ini memicu kemarahan dari negara-negara Muslim di seluruh dunia.
Beberapa politisi Eropa mengutuk insiden tersebut dan meminta maaf. Namun serangan terhadap Alquran telah menimbulkan pertanyaan tentang Islamofobia dan sentimen anti-Muslim di seluruh Eropa.