Dorong Lanjutkan Hilirisasi, Jokowi: Ingatkan Pemimpin Nanti Jangan Ekspor Bahan Mentah

Ekspor bahan mentah yang dilakukan Indonesia telah berlangsung sejak zaman VOC.

Antara
Presiden Joko Widodo (Jokowi) membuka Muktamar XXIII Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatra Utara, Sabtu (19/8/2023).
Rep: Dessy Suciati Saputri Red: Lida Puspaningtyas

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menekankan agar sejarah Indonesia dalam mengekspor bahan mentah tidak terulang kembali. Karena itu, ia meminta seluruh pihak berani mempertahankan program hilirisasi yang telah dimulainya.

Baca Juga


Hal ini disampaikan Jokowi dalam sambutannya di pembukaan rakornas GAMKI di Kota Medan, yang disiarkan melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden.

“Sejarah lama itu tidak boleh terulang lagi, jadi jangan ekspor bahan mentah, jadi tolong diingatkan pemimpin ke depan jangan ekspor bahan mentah, rakyat harus berani mengingatkan mengenai itu,” ujar Jokowi, dikutip pada Ahad (20/8/2023).

Jokowi menyebut, ekspor bahan mentah yang dilakukan Indonesia telah berlangsung sejak zaman VOC Belanda atau sudah lebih dari 400 tahun. Ia menilai hal tersebut tidak memberikan nilai lebih terhadap negara.

“Sudah lebih dari 400 tahun kita ini selalu mengekspor bahan mentah, sejak VOC, kirim bahan mentah, kirim bahan mentah. Ya kita dapat, dapat uang tapi sangat kecil sekali,” kata dia.

Kejadian serupa, kata Jokowi, juga terjadi pada 1970 dan 1980, saat komoditas yang banyak dimiliki Indonesia tidak memberikan nilai tambah bagi penerimaan negara.

“Dulu Indonesia ini pernah booming minyak tahun 70-an, tapi kita tidak mendapatkan nilai tambah dari sana. Tahun 80-an saya ingat kita ini pernah booming kayu, hutan banyak yang dibabat tapi kita juga tidak mendapatkan nilai tambah dari sana,” jelasnya.

Karena itu, saat ini pemerintah terus menggaungkan program hilirisasi untuk memberikan nilai tambah terhadap penghasilan negara. Jokowi pun memberikan contoh nyata dampak positif dari hilirisasi yakni nilai ekspor yang melompat setelah memberhentikan ekspor nikel mentah.

“Saya berikan contoh saja nikel, ini sering saya sampaikan waktu ekspor bahan mentah ini sebelum 2020, waktu ekspor bahan mentah kita setahun itu hanya dapat kira-kira 2,1 miliar dolar AS artinya hanya kurang lebih Rp 32 triliun, begitu dihilirisasi diindustrialisasi menjadi 33,8 miliar dolar AS dari Rp 32 triliun menjadi Rp 510 triliun kurang lebih, lompatannya berapa kali?” jelasnya.

Jokowi menjelaskan, lompatan tersebut memberikan dampak positif terhadap negara, baik dari segi penerimaan negara hingga pembukaan lapangan kerja.

“Sebelum hilirisasi kesempatan kerja, pembukaan lapangan kerja ada di negara lain, setelah hilirisasi lapangan kerja terbuka di dalam negeri. Karena, negara dari nikel itu sekali lagi dapat PPN Pajak Pertambahan Nilai, dapat PPH perusahaan, dapat PPH karyawan, dapat royalti, dapat penerimaan negara bukan pajak, dapat bea ekspor,” jelasnya.

Karena itu, kata Jokowi, jika nantinya pemerintah turut menghentikan ekspor bahan mentah sejumlah komoditas lainnya, maka dapat mendorong lagi terbukanya lapangan kerja dalam negeri.

“Kalau nanti stop bauksit, stop tembaga, stop timah, stop batu bara, stop minyak kelapa sawit CPO, stop rumput laut, ekspor rumput laut mentah, stop ikan mentah, berapa yang kita bisa buka lapangan kerja di dalam negeri?” katanya.

Namun untuk mempertahankan hal tersebut, Jokowi menekankan perlunya keberanian, kekompakan dan persatuan antar komponen bangsa.

“Tapi sekali lagi semua itu membutuhkan kekompakan, semua itu membutuhkan persatuan, membutuhkan seluruh kekuatan komponen bangsa ini untuk bersama-sama meraih, bersama-sama berusaha,” ucapnya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler