Dermatolog Sebut Polusi Udara Juga Pengaruhi Kesehatan Kulit

Polusi mengandung radikal bebas dan agresor lain yang bisa merusak kulit.

Republika/Thoudy Badai
Kondisi polusi di langit Jakarta terlihat dari Gedung Perpustaakan Nasional, Jakarta, Senin (14/8/2023).
Red: Fuji Pratiwi

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dermatolog atau Spesialis Kulit dan Kelamin lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr. Benny Nelson menyebutkan polusi udara berpengaruh terhadap kesehatan kulit.

Baca Juga


"Karena polusi mengandung radikal bebas dan agresor lain yang bisa menembus jauh ke dalam lapisan kulit, sehingga dapat menyebabkan kerusakan jangka panjang dan perubahan sel kulit dari dalam," kata Benny dalam keterangan resmi di Jakarta, Selasa (22/8/2023).

Ia menjelaskan, agresor atau partikel berbahaya dari polusi dapat menembus pembatas kulit dan akan menumpuk di pori-pori, sehingga menyebabkan penyumbatan. Semakin kecil partikelnya akan semakin parah dampaknya karena agresor tersebut dapat masuk ke dalam lapisan paling luar kulit atau epidermis dan menimbulkan respons imun.

Benny memaparkan, sebagian orang mungkin merasa kulitnya baik-baik saja meski terpapar polusi udara. Namun, lama-kelamaan bahan kimia dalam polusi udara tersebut akan mulai memperlihatkan efek buruk pada kulit.

"Seperti kulit menjadi kering dan gatal, dermatitis atau eksim, berjerawat, bahkan penyakit autoimun serta kanker kulit, karena banyaknya radikal bebas yang ada pada smog atau polusi udara," kata dokter yang berpraktik di Rumah Sakit Pondok Indah, Jakarta Selatan ini.

la melanjutkan, kulit memiliki bentuk pertahanan yang cukup kompleks. Pertahanan pertama disebut flora normal, yaitu bakteri, jamur, dan parasit alami di kulit. Meski mandi dengan berbagai macam perawatan, dalam waktu tiga menit flora normal ini akan kembali.

"Flora normal ini berfungsi menjadi benteng pertahanan terhadap bakteri dan jamur-jamur jahat. Nah, kalau gagal barulah mekanisme sel-sel kulit yang juga kompleks bekerja. Jika gagal dapat menimbulkan efek domino yang akhirnya menimbulkan keluhan atau penyakit," ucap dia.

Benny mengutarakan, tidak sedikit pasien yang menyampaikan bahwa kulitnya baik-baik saja meski terpapar polusi udara, karena di awal masih bisa ditangani oleh flora normal. Namun, apabila flora normal ini gagal memberikan perlindungan, pasien akan merasakan berbagai keluhan.

"Pertama-tama, keluhannya adalah kulit kering. Ini adalah efek domino pertama dari paparan polusi udara, yakni transepidermal water loss (TEWL) atau jumlah air yang menguap dari kulit akan meningkat. Jadi, kulit akan semakin kering," imbuhnya.

Untuk itu, Benny berpesan agar masyarakat tidak melupakan tiga perawatan dasar pada kulit yakni membersihkan, melembabkan, dan melindungi kulit dari paparan sinar ultra violet.

"Mandi dengan air suam-suam kuku sesuai dengan suhu tubuh, melembabkan dengan pelembab yang tidak mengandung pewangi, dan melindungi kulit dengan tabir surya minimal SPF 30 dan PA++," kata dia.

 

 

 

 

 

sumber : ANTARA
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler