Trio Hakim Penunda Pemilu Hanya Dihukum Mutasi, KY Pertanyakan Alasan MA
Putusan sanksi trio hakim diduga bukan tindak lanjut rekomendasi KY.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Yudisial (KY) mengambil sikap atas tiga hakim perkara penundaan Pemilu 2024 yang hanya disanksi mutasi oleh Mahkamah Agung (MA). Mereka lolos dari sanksi lebih berat sebagaimana rekomendasi KY.
Juru Bicara KY Miko Ginting menyampaikan, pihak KY akan meminta penjelasan MA atas sanksi tersebut. Miko ingin KY mendapat keterangan detail atas alasan sanksi mutasi ke pengadilan dengan kelas lebih rendah.
"Ya, KY akan menanyakan soal ini kepada MA," kata Miko kepada wartawan, Selasa (22/8/2023).
Miko mengakui sanksi terhadap hakim Tengku Oyong, Bakrie, dan Dominggus Silaban tak sesuai rekomendasi KY. Ketiganya bertugas di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) ketika mengetok perkara penundaan Pemilu 2024.
"KY memberikan rekomendasi tidak seperti yang dimaksud," ujar Miko.
Sanksi yang dijatuhkan MA terhadap trio hakim tersebut lebih rendah daripada usulan KY. KY merekomendasikan ketiganya diganjar skors selama dua tahun agar tak mengurus perkara.
Walau demikian, kewenangan KY di ranah memberi usulan sanksi kepada MA, sehingga pada akhirnya putusan akhir berada di tangan MA. "Untuk rekomendasi KY, tentu KY berharap dapat dijalankan sebagaimana yang direkomendasikan," ujar Miko.
Selain itu, Miko menyinyalir sanksi mutasi terhadap trio hakim tersebut diputuskan berdasarkan pemeriksaan Badan Pengawasan MA. Apalagi memang ada mekanisme bagi Badan Pengawasan MA untuk melakukan pemeriksaan mandiri terlepas dari yang dilakukan KY.
"Dugaan sementara sanksi ini bukan bentuk tindak lanjut dari rekomendasi KY, melainkan hasil pemeriksaan sendiri. Namun, untuk lebih pasti bisa diminta penjelasan juga ke MA," ujar Miko.
Sampai saat ini, MA belum memberi respons atas sanksi yang rendah terhadap trio hakim tersebut. Lewat sanksi MA, Tengku Oyong ditugasi di PN Bengkulu. Sedangkan, Bakrie dipindah ke PN Padang. Adapun Dominggu Silaban dimutasi ke PN Jambi.
Sebelumnya, Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta memutuskan mengabulkan banding KPU karena menganggap PN Jakpus tak punya kompetensi absolut untuk mengadili perkara yang diajukan partai Prima. PT DKI meyakini perkara tersebut mestinya dialamatkan kepada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Putusan PT DKI membatalkan putusan PN Jakpus yang sempat memutuskan menerima gugatan yang diajukan oleh Partai PRIMA pada Kamis (2/3/2023). Lewat putusan itu, Majelis Hakim berpendapat agar Pemilu 2024 ditunda.
Atas putusan PT DKI, Partai Prima menempuh jalur kasasi. Mahkamah Agung (MA) sudah menerima berkas permohonan kasasi Partai Prima melawan KPU pada (26 Mei 2023).