Jerman akan Permudah Regulasi Perubahan Gender

Langkah ini disambut baik oleh aktivis hak-hak LGBT, tetapi dikritik oleh oposisi kon

AP
Menteri Kehakiman, Marco Buschmann mengatakan Jerman akan permudah birokrasi terkait perubahan gender, setelah kabinet pada Rabu (23/8/2023) menyetujui rancangan undang-undang untuk mereformasi peraturan tersebut.
Rep: Rizky Jaramaya Red: Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Jerman akan permudah birokrasi terkait perubahan gender, setelah kabinet pada Rabu (23/8/2023) menyetujui rancangan undang-undang untuk mereformasi peraturan tersebut. Langkah ini disambut baik oleh aktivis hak-hak LGBT, tetapi dikritik oleh oposisi konservatif.
 
Koalisi kiri-tengah Jerman berencana mereformasi sistem yang berlaku saat ini, yang didasarkan pada Undang-Undang Transeksual tahun 1980, yang mewajibkan orang menjalani pemeriksaan kesehatan serta proses pengadilan yang mahal dan seringkali memakan waktu lama untuk mengubah gender. Berdasarkan reformasi yang akan diajukan ke parlemen, individu transgender, interseks, dan non-biner akan dapat mengubah rincian data mereka di masa depan hanya dengan mengunjungi kantor catatan sipil setempat.
 
Berdasarkan undang-undang baru ini, tidak ada batasan umur secara umum. Namun anak-anak yang berusia di bawah 14 tahun harus meminta persetujuan orang tua atau wali untuk mengajukan permohonan perubahan gender.
 
“Mereka yang terkena dampak didiskriminasi selama lebih dari 40 tahun oleh UU Transeksual. Kami akhirnya menghentikan hal ini,” kata Menteri Keluarga, Lisa Paus.
 
Menteri Kehakiman, Marco Buschmann menyatakan keyakinannya bahwa parlemen akan meloloskan reformasi tersebut. Dia mengatakan, undang-undang tersebut tidak mempengaruhi peraturan rumah di tempat usaha. Hal ini mengatasi kekhawatiran dari para kritikus bahwa peraturan yang direformasi dapat mempermudah laki-laki untuk mengakses ruang khusus perempuan. Reformasi ini juga berupaya mencegah beberapa perubahan pada gender seseorang, dengan melarang perubahan lebih lanjut dalam waktu satu tahun setelah perubahan gender pertama.
 
"Di satu sisi, kaum transgender tentu saja pantas mendapatkan rasa hormat, tapi di sisi lain mereka harus memberikan hal ini kepada orang lain, misalnya jika perempuan di ruang ganti wanita merasa tidak nyaman saat ada laki-laki yang masuk,"  kata Guenter Krings, anggota CDU konservatif yang mewakili partai tersebut mengenai kebijakan keadilan.
 
Krings juga mengkritik reformasi karena tidak mewajibkan anak menjalani konsultasi sebelum mengubah nama dan jenis kelaminnya. Prosedur medis untuk perubahan jenis kelamin tidak tercakup dalam undang-undang dan akan diatur berdasarkan standar medis saat ini.

Baca Juga


sumber : Reuters
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler