Pakar IPB: Konsep One Health Tangkal Bakteri Resisten Antibiotik
One health menyeimbangkan hubungan kesehatan manusia, hewan dan ekosistem.
REPUBLIKA.CO.ID, KOTA BOGOR -- Pakar kesehatan hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) University Profesor Agustin Indrawati mengemukakan konsep one health atau pendekatan yang menyeimbangkan hubungan erat antara kesehatan manusia, hewan dan ekosistem penting dalam menangkal mikrobakteri yang mulai tidak dapat dicegah atau resisten oleh antibiotik.
Profesor Agustin di Kota Bogor, Senin (28/8/2023), menjelaskan kesehatan manusia sudah tidak bisa lagi dipisahkan dari ilmu kesehatan hewan dan lingkungan karena menurut hasil penelitian banyak faktor yang telah terjadi hingga penyakit yang disebabkan oleh mikrobakteri sudah tidak bisa lagi dicegah atau disembuhkan oleh antibiotik yang telah ada.
"Konsep one health perlu dukungan semua pihak, agar penelitian dan metode penanganan kesehatan manusia yang sudah tidak bisa dipisahkan dari perkembangan hewan saat ini semakin pesat," katanya.
Agustin menilai keberhasilan implementasi one health memerlukan kerja sama dari mitra kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan melalui komunikasi, kolaborasi, dan koordinasi.
Pelaksana yang relevan dalam pendekatan one health meliputi profesional di bidang kesehatan manusia, kesehatan hewan, lingkungan, dan bidang keahlian lain, karena masalah kesehatan yang melibatkan sektor manusia, hewan dan lingkungan tidak bisa ditangani secara sendiri (CDC 2022).
Pengendalian resistensi antimikroba telah disusun dan menjadi panduan nasional dalam penggunaan antimikroba secara bijak dan bertanggung jawab.
Pengembangan Rencana Aksi Nasional Resistensi Antimikroba (RAN) periode 2020-2024 telah disahkan melalui Peraturan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Nomer 7 Tahun 2021. Tujuan dari peraturan ini untuk mendapatkan arah kebijakan pengendalian resistensi antimikroba di sektor peternakan dan kesehatan hewan tahun 2020-2029.
Antimicrobial reasiatance (AMR) merupakan kondisi ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, fungi dan parasit menjadi resisten atau kebal terhadap antimikroba (antibiotik, antivirus, antifungal, antiparasit) yang sebelumnya efektif untuk menekan atau membunuh mikroorganisme tersebut.
Hal ini terjadi karena mikroba mengalami perubahan sehingga obat-obatan yang digunakan untuk menyembuhkan infeksi menjadi tidak efektif. Menurut laporan dari CDC bahwa Pada tahun 2013 setidaknya 2 juta orang di Amerika Serikat per tahun menderita infeksi serius oleh bakteri yang resisten dan sedikitnya 23 ribu orang meninggal dunia setiap tahun akibat langsung dari resistensi antibiotik.
Peningkatan penggunaan antibiotik menyebabkan kejadian resistansi semakin cepat, terutama di negara berkembang karena antibiotik dapat diakses bebas tanpa resep untuk manusia, hewan, tumbuhan dan sektor budidaya. Antibiotik digunakan sebagai pengobatan, pencegahan penyakit ataupun pemicu pertumbuhan pada hewan dan tumbuhan.
Diperkirakan antimikroba yang digunakan pada hewan di dunia lebih besar daripada manusia mencapai sekitar dua pertiga dari penggunaan antibiotik secara global.
Permasalahan akibat kurang bijaknya masyarakat dalam menggunakan antibiotik menjadi hal yang kompleks. Berbagai jenis penyakit dengan gejala infeksi diobati menggunakan antibiotik tanpa arahan dokter.
Apabila diamati, hampir setiap rumah saat ini biasa menyimpan antibiotik yang digunakan ketika terjadi gejala penyakit. Beberapa antibiotik tidak hanya digunakan untuk manusia tetapi digunakan juga untuk hewan dan tumbuhan.
"Selama masih ada penyakit infeksius penggunaan antimicrobial masih diperlukan untuk penyembuhan sehingga diperlukan langkah nyata dalam memperlambat laju resistensinya dengan cara penggunaan antibiotik secara bijak dan tepat, menjaga sanitasi, hygiene dan menjaga keamanan pangan," demikian Profesor Agustin.