IPB Teliti Ada Bakteri Asal Ikan Resisten Antibiotik pada Manusia

Beberapa bakteri pada ikan mulai saling menularkan satu sama lain.

ANTARA FOTO/Prasetia Fauzani
Warga menangkap ikan, (ilustrasi). Pekar kesehatan hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) University Profesor Agustin Indrawati mengungkapkan bahwa beberapa bakteri pada ikan resisten pada antibiotik.
Red: Gita Amanda

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pekar kesehatan hewan Institut Pertanian Bogor (IPB) University Profesor Agustin Indrawati mengungkapkan bahwa beberapa bakteri pada ikan mulai saling menularkan satu sama lain dan resisten atau kebal terhadap antibiotik pada manusia yang telah marak secara global.

Baca Juga


Profesor Agustin Indrawati di Kota Bogor, Senin (28/8/2023), menerangkan antimicrobial reasiatance (AMR) dapat ditimbulkan pada manusia dengan perolehan langsung melalui pangan asal hewan yang mengandung AMR.

AMR merupakan kondisi ketika mikroorganisme seperti bakteri, virus, fungsi dan parasit menjadi resisten atau kebal terhadap antimikroba (antibiotik, antivirus, antifungal, antiparasit) yang sebelumnya efektif untuk menekan atau membunuh mikroorganisme tersebut.

"Dari hasil penelitian yang dilakukan bersama mahasiswa bimbingan S1,S2 dan program doktor banyak ditemukan bakteri resisten yang berasal dari hewan," ujarnya.

Agustin menyebut, bakteri resisten e.coli, salmonella sp, klebsiella, pseudomonas sp, enterococcus sp, staphylococcus aureus, vibrio sp dan aeromonas sp berasal dari hewan termasuk ikan, lingkungan, kolam dan aliran limbah yang dapat ditularkan satu dengan yang lainnya baik secara langsung maupun tidak langsung.

Dalam penelitiannya juga telah banyak ditemukan bakteri yang sudah mengalami multi drug resisten (MDR) harus diwaspadai penyebarannya. Transmisi bakteri resistan dalam lingkungan merupakan reservoir penting seperti tanah, air, industri, limbah pertanian, dan berbagai ekologi yang tercemar. Oleh karena itu perlu dilakukan pendekatan melalui konsep “one health” yaitu melalui tindakan kolaboratif antar-disiplin dan multi-domain pada skala lokal, nasional, dan internasional.

Menghadapi kenyataan ini, maka dibutuhkan suatu tindakan yang cepat dan tepat untuk mencegah krisis global baik dalam pencegahan dan pengobatan penyakit, sistem keamanan produksi pangan dan lingkungan.

Antibiotik sebagai bahan untuk mengobati suatu penyakit sudah dikenal pada tahun 1928 oleh Alexander Fleming yaitu yang menemukan antibiotik penicillin. Pada perjalannya  suatu saat nanti akan muncul bakteri yang tidak efektif lagi apabila diberi penicillin dan hal ini telah terbukti.

Kejadian resistensi antimikroba tidak lagi menjadi masalah yang berdiri sendiri tetapi juga terkait dengan berbagai sektor yaitu Kesehatan masyarakat, Kesehatan hewan termasuk akuakultur, Kesehatan pangan, pertanian dan produknya serta kesehatan lingkungan.

Pada dunia peternakan penggunaan antibiotik ini tidak hanya digunakan sebagai terapeutik atau pengobatan saja tetapi antibiotik juga dimanfaatkan sebagai campuran pakan untuk pemicu pertumbuhan dan juga digunakan sebagai pencegah penyakit.

Di Eropa penggunaan antibiotik sebagai pemicu pertumbuhan sudah dilarang sejak 1 Januari 2006 dan di Indonesia melalui Permentan No 14/2017 tentang Klasifikasi Obat Hewan, sejak 1 Januari 2018  telah melarang penggunaan antibiotic growth promotors (AGP) dalam pakan namun dalam pelaksanaannya masih banyak penggunaan antibiotik yang digunakan sebagai AGP. Hal inilah diduga sebagai salah satu yang berkontribusi terhadap peningkatan kejadian resistensi.

 

sumber : Antara
BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler