Penyebab Dewasa Muda Jadi Perundung di Dunia Maya, Hanya untuk Bersenang-senang?
Setidaknya ada 3 faktor utama yang berkontribusi dalam cyberbullying.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Penelitian terbaru yang dipublikasikan di PLOS ONE mengungkapkan beberapa alasan mengapa perundungan siber (cyberbullying) di kalangan dewasa muda terjadi begitu lazim. Studi ini mengidentifikasi tiga faktor utama yang berkontribusi terhadap perilaku daring yang merendahkan dan merugikan orang lain yakni impulsif, mengejar popularitas daring, dan empati yang terbatas.
Felipe Soares, penulis utama makalah ini, mengatakan PLOS ONE memperkirakan rendahnya harga diri dan rasa malu saat daring (mengatakan atau melakukan hal-hal daring yang biasanya tidak Anda katakan atau lakukan selama interaksi tatap muka) akan dikaitkan dengan perilaku antisosial daring.
“Selain dua faktor ini, kami juga memperkirakan motivasi lain dalam agresi siber akan memainkan peran penting, khususnya kemarahan dan balas dendam,” ujar Soares yang juga dosen senior di bidang komunikasi dan media di London College of Communication, University of the Arts London, dilansir Psychology Today, Senin (28/8/2023).
Penelitian sebelumnya menghubungkan perundungan siber dengan faktor-faktor seperti rendahnya harga diri, persepsi anonimitas di dunia daring, kemarahan, dan keinginan untuk membalas dendam. Namun penelitian baru Soares yang melibatkan 359 orang dewasa muda Kanada mengungkapkan motivasi berbeda untuk melakukan perundungan daring. Utamanya, didorong oleh apa yang para peneliti disebut sebagai rekreasi dan hadiah.
Soares mengatakan, rekreasi berkaitan dengan tindakan antisosial impulsif, sedangkan hadiah berkaitan dengan tindakan yang lebih diperhitungkan dan direncanakan yang mungkin berkembang seiring berjalannya waktu. “Individu muda yang mengambil bagian dalam perilaku antisosial daring mungkin didorong oleh keinginan untuk bersenang-senang dan mengejar emosi positif atau status sosial di antara teman-teman mereka,” katanya.
Selain itu, studi ini juga menemukan alasan lain mengapa perundungan siber sangat umum terjadi di kalangan dewasa muda, yaitu kurangnya empati. Berdasarkan tanggapan peserta, peneliti berpendapat bahwa orang dewasa muda yang terlibat dalam perilaku antisosial daring sering kali tidak mampu berempati dengan emosi orang lain, terutama korbannya.
“Arti dari asosiasi ini adalah bahwa pelaku mungkin terlibat dalam perlakuan antisosial daring karena mereka tidak sepenuhnya memahami perasaan target mereka,” ujar Soares menjelaskan.
Ada beberapa cara agar media sosial menjadi tempat yang lebih aman bagi kita semua untuk menyuarakan pendapat, komentar, dan pemikiran kita. Pertama, meninjau sebelum memposting. Soares mengatakan, studi sebelumnya menunjukkan bahwa membuat pengguna media sosial berpikir tentang konten yang akan mereka posting dapat efektif dalam meningkatkan kesadaran dan membangun empati.
“Eksperimen di Twitter menunjukkan bahwa meminta orang untuk meninjau pesan mereka sebelum memposting sesuatu yang menyinggung membuat banyak pengguna menulis ulang pesan mereka dengan cara yang lebih sopan atau mencegah mereka mempostingnya,” katanya. ‘
Kedua, gunakan pembelajaran mesin tingkat lanjut untuk menandai komentar atau postingan yang tidak pantas. Seiring dengan kemajuan kemampuan model bahasa berbasis kecerdasan buatan (AI), perusahaan media sosial memiliki peluang untuk mengekang perilaku antisosial daring dengan mengidentifikasi postingan yang berpotensi jahat atau membuat penggunanya berpikir tentang apa yang akan mereka posting. Meskipun demikian, menerapkan langkah-langkah tersebut bisa jadi rumit.
Ketiga, rencanakan intervensi psikologis yang meningkatkan empati. Penting untuk membangun kesadaran di kalangan dewasa muda yang terlibat dalam perilaku antisosial daring tentang dampak negatif tindakan mereka terhadap korbannya.
Kesimpulannya adalah perundungan siber merupakan masalah luas yang perlu diatasi untuk meningkatkan kesehatan dan keselamatan masyarakat. Langkah pertama untuk mengatasi hal ini yaitu memahami apa yang memotivasi generasi muda untuk terlibat dalam perilaku daring yang menyebabkan kerugian atau menyakiti orang lain. Ilmu pengetahuan semakin berkembang, dan inilah saatnya bagi kita untuk menguji pengetahuan tersebut dan menemukan cara baru menghargai perilaku daring yang sehat sekaligus mencegah perilaku antisosial.