Pertamina Minta Pemerintah Hapus Cukai Etanol untuk Campuran BBM
Saat ini rata-rata kemampuan produksi etanol dalam negeri masih sekitar 30 ribu KL.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina (Persero) mengharap pemerintah untuk menghapus aturan cukai etanol demi mendukung pengembangan bahan bakar ramah lingkungan dengan campuran etanol dari molases tebu. Terlebih saat ini, Pertamina telah mulai memasarkan produk Pertamax Green 95 yang merupakan hasil pencampuran Pertamax dengan etanol.
Nicke menuturkan, saat ini Pertamina belum berpikir mencari keuntungan penjualan Pertamax Green 95 yang telah dimulai di Surabaya dan Jakarta. Salah satunya karena terdapat cukai etanol sementara Pertamina menetapkan harga termurah dibanding RON 95 dari kompetitor.
“Hari ini boleh dibilang, kita belum berpikir tentang profit, kenapa? Karena adanya penerapan bea cukai Rp 20 ribu (per liter) yang diterapkan karena (etanol) masih dianggap sebagi bagian dari alkohol,” kata Nicke dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VII DPR, Rabu (30/8/2023).
Nicke melanjutkan, etanol yang digunakan Pertamina tentunya bukan untuk minuman alkohol yang dikenakan cukai Rp 20 ribu per liter.
Oleh karena itu, bila cukai etanol untuk bahan bakar dibebaskan, akan memberikan manfaat besar bagi Pertamina dalam mengembangkan bioenergi berbasis tebu.
“Tentu kami memohon dukungan dari Komisi VII DPR untuk kita dapatkan pembebasan cukai supaya ini bisa didorong karena manfaatnya sangat besar,” ujarnya.
Seperti diketahui, aturan Tarif Cukai Etil Alkohol saat ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 158 Tahun 2018 tentang Tarif Cukai Etil Alkohol, Minuman Mengandung Etil Alkohol, dan Konsentrat Mengandung Etil Alkohol.
Selain meminta pembebasan cukai etanol, Nicke juga memohon agar pemerintah membebaskan pajak impor. Sebab, sejauh ini sebagian etanol yang digunakan Pertamina dalam pencampuran BBM disuplai dari impor. Itu lantaran kemampuan produksi etanol dalam negeri yang belum mencukupi sepenuhnya.
“Untuk sementara ini, (etanol) belum penuhi produksi dalam negeri, kita minta ada pembebaasan pajak impor,” katanya.
Ia mencatat, saat ini rata-rata kemampuan produksi etanol dalam negeri masih sekitar 30 ribu kiloliter (KL) per tahun. Produksi itu pun hanya dilakukan oleh PT Energi Agro Nusantara, anak usaha BUMN Perkebunan PT Perkebunan Nusantara (Persero).
Lantaran keterbatasan produksi etanol, itu sebabnya Pertamina saat ini baru mampu menyediakan Produk Pertamax Green 95 di Jakarta dan Surabaya yang menjadi tempat produksi etanol.
“Jadi kita mulai dulu dengan apa yang ada, infrastruktur yang ada,” ujarnya.
Nicke menambahkan, mulai 2024, Pertamina juga akan meluncurkan produk Pertamax Green 92 yang juga dibuat dengan campuran etanol. Produk itu akan menggantikan BBM Pertalite dan Pertamax yang saat ini dijual.