Waketum MUI: Aneh Jika PKI Disebut Korban

Menurut Anwar, PKI merusak tatanan sosial politik dan kehidupan ekonomi masyarakat.

Darmawan/Republika
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Anwar Abbas
Rep: Umar Mukhtar Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Buya Anwar Abbas menyampaikan pandangan tentang Partai Komunis Indonesia (PKI) eksistensi dan masa depan bangsa.

Baca Juga


Dia menuturkan, jika ada yang mengatakan PKI adalah korban, maka jelas merupakan sesuatu yang aneh. Sebab, terjadinya perpindahan rezim dari orde lama ke orde baru serta terjadinya kekacauan dan kegaduhan dahsyat pada 1965 adalah karena terjadinya pembunuhan terhadap para jenderal.

"Mereka benar-benar telah melakukan perbuatan yang tidak terpuji dan tidak berperikemanusiaan. Karena itu, kalau tentara dan rakyat marah kepada PKI, hal demikian adalah wajar karena PKI merusak tatanan kehidupan masyarakat dan pemerintahan yang ada," ujarnya kepada Republika.co.id dalam keterangan tertulis, Kamis (31/8/2023).

Akibatnya, yang rusak tidak hanya tatanan sosial politik, tetapi juga tatanan kehidupan ekonomi masyarakat. Berdasarkan pengalaman sejarah yang ada  tersebut, PKI benar-benar dilihat tidak lagi bisa dipercaya karena telah berkali-kali melakukan pengkhianatan terhadap bangsa dan negara ini.

"Karena itu, PKI sudah sepatutnya tidak diberi kesempatan bagi tumbuh dan berkembang di negeri ini, karena falsafah dan ideologi yang dimilikinya jelas-jelas tidak sesuai dengan falsafah dan ideologi yang telah disepakati oleh para pendiri bangsa ini tanggal 18 Agustus 1945 yaitu Pancasila dan UUD 1945," kata dia.

Untuk itu, Buya Anwar mengungkapkan, seluruh warga bangsa harus konsisten dan berkomitmen pada kesepakatan tersebut. Kalau kemudian menjauh dari hal tersebut, maka Buya Anwar meyakini, bangsa Indonesia akan terseret ke dalam perpecahan.

"Begitu kita lari dan menjauh dari hal tersebut maka saya yakin dan percaya negara dan bangsa ini akan terseret ke dalam perpecahan. Ini tentu saja jelas-jelas tidak kita inginkan," ujarnya.

Sebelumnya, Wakil Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) periode 2000-2011 KH Asad Said Ali, dalam tulisan kolomnya di Republika mengulas soal buku berjudul Menghadapi Manuver Neo-Komunis. Buku ini disusun KH Abdul Mun'im DZ dan dirinya menulis kata pengantar.

Pada halaman 123 di buku tersebut, dipaparkan tentang sikap NU terhadap isu bangkitnya PKI. Salah satunya menyebutkan PKI akan terus berusaha mengaburkan sejarah pemberontakan PKI 1965, melalui gerakan yang bersifat nasional dan internasional, termasuk mendesak pemerintah menulis ulang sejarah peristiwa 1965.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler