Ekonomi China Loyo, Indonesia Diminta tidak Lengah
Hal itu perlu dilakukan meski saat ini kondisi ekonomi dalam negeri relatif stabil.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia dinilai tetap perlu mewaspadai kondisi perekonomian China yang tengah menurun. Hal itu perlu dilakukan meski saat ini kondisi ekonomi dalam negeri relatif stabil.
"Kita tetap perlu waspada, karena memang fase dari transmisi risiko-risiko keuangan yang ditimbulkan dari masalah domestik di China butuh waktu," ujar Direktur Center of Economics and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira kepada Republika, Selasa (5/9/2023).
Ia melanjutkan, dampak ekonomi China terhadap Indonesia tidak langsung. Hanya saja, kata dia, secara perlahan mulai terlihat efeknya ketika ekonomi domestik China melemah, maka kinerja perdagangan internasional Indonesia menurun surplusnya. Bahkan, sambungnya, tidak menutup kemungkinan menjadi defisit.
Harga berbagai komoditas unggulan ekspor Indonesia terutama yang diserap oleh China seperti olahan nikel, CPO, barang tambang, perkebunan, dan lainnya juga pasti terdampak. Dengan begitu, tegas dia, pasti berimbas ke sektor perbankan nasional.
"Imbasnya tentu ke sektor perbankan yang membiayai orientasi ekspor impor. Jadi kalau dilihat sekarang (dampaknya) ya belum terasa, tapi jangan lengah," tegas Bhima.
Dampak melemahnya ekonomi China, jelasnya, dapat terasa pada performa penyaluran kredit dan risiko penyaluran pembiayaan. Maka itu perlu terus diwaspadai serta diawasi.
Selama ini, sambung dia, Indonesia diuntungkan karena orientasi ekspor terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) kecil. "Hanya di angka kisaran 30 persen dibandingkan Thailand misalnya, negara ASEAN yang 80 persen porsi ekspornya terhadap PDB," tutur Bhima.
Menurutnya, negara yang terkena dampak ekonomi China yaitu negara dengan orientasi ekspor cukup besar dibandingkan konsumsi domestik. Sementara di Indonesia, konsumsi domestiknya masih menopang pertumbuhan ekonomi.
Walau demikian, ia mengingatkan Indonesia khususnya sektor perbankan harus tetap waspada. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun dinilai tetap harus lakukan stress test secara berkala.
"Mana sektor keuangan atau mana lini kredit yang terkena dampak langsung dan tidak langsung dengan adanya perlambatan ekonomi global, khususnya China," tutur dia.