RS Sentosa Mengaku tak Sanggup Bayar Uang Kompensasi Permintaan Ibu Bayi Tertukar
RS Sentosa menyayangkan dua ibu tertukar menolak tawaran kompensasi.
REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR— Rumah Sakit Sentosa menyayangkan penolakan tawaran kompensasi perdamaian, yang diajukan kepada dua ibu bayi tertukar, Siti Mauliah (37 tahun) dan Dian Prihatini (33). Kompensasi yang ditawarkan ialah jaminan kesehatan, beasiswa, dan sejumlah nominal uang.
Juru Bicara RS Sentosa Gregg Djako, mengatakan kompensasi yang ditawarkan RS Sentosa kepada kedua ibu sudah sesuai dengan kemampuan rumah sakit. Namun, apa yang ditawarkan rumah sakit ditolak.
“Rumah sakit menyayangkan menolak tawaran rumah sakit oleh kedua ibu, dan rumah sakit mengajukan kompensasi sesuai kemampuannya. Ada kompensasi lain yang ditawarkan itu juga ditolak,” kata Gregg kepada Republika, Rabu (6/9/2023).
Gregg menjelaskan, selain menolak kompensasi yang ditawarkan, kedua ibu melalui kuasa hukumnya juga mengajukan kompensasi berupa nominal uang. Meski tidak menyebut besarannya, Gregg mengaku RS Sentosa tidak mampu menyanggupi permintaan tersebut.
"Ya mereka mengajukan kompensasi yang tidak mampu dipenuhi rumah sakit. Nominal uang, tapi tidak mampu rumah sakit. Rumah sakit nggak punya duit. Rumah sakit Tipe C di kampung, pasiennya BPJS semua,” kata Gregg.
Menurut Gregg, RS Sentosa yang sebagian besar pasiennya merupakan pasien BPJS memprioritaskan pelayanan. Hal itu juga disampaikan oleh Direktur RS Sentosa Margaretha Kurnia, kepada dua ibu ketika restorative justice di Polres Bogor pekan lalu.
“Dan rumah sakit ini pasien BPJS itu kan prioritas pelayanan. Jadi memang segala sesuatu fokusnya ke sana. Iya (disampaikan ke dua ibu bayi), ada saya juga,” jelasnya.
Sebelumnya, diberitakan dua ibu bayi tertukar, menolak kompensasi perdamaian dari Rumah Sakit Sentosa, yakni berupa jaminan kesehatan dan beasiswa. Kedua korban ingin RS Sentosa bertanggung jawab atas insiden bayi tertukar yang terjadi setahun belakangan.
Kuasa Hukum Siti Mauliah, Rusydiansyah Nur Ridho, mengatakan RS Sentosa menawarkan bantuan kesehatan dan beasiswa pendidikan, hingga bayi GL (1) dan GB (1) berusia 18 tahun. Namun menurutnya, kedua hal itu sudah difasilitasi oleh negara melalui BPJS dan sekolah negeri gratis.
“Betul kita tolak. Tidak masuk akal lah, itu sudah hak dasar ya. Pendidikan dan kesehatan,” kata Rusydi di Mapolres Bogor, Jumat (1/9/2023).
Senada dengan Rusydi, Kuasa Hukum Dian Prihatini, Binsar Aritonang, ingin RS Sentosa menunjukkan tanggung jawabnya atas insiden bayi tertukar ini. Pihaknya pun menolak kompensasi perdamaian yang ditawarkan RS Sentosa.
“Saya rasa semua juga tahu penawaran rumah sakit yang disampaikan terkait pendidikan atau kesehatan itu sudah ditanggung oleh negara juga kan. Jadi saya rasa penawaran tersebut sudah patutnya kami tolak,” ujarnya.