Di Depan Cina, Rusia dan AS, Jokowi: Setop Ciptakan Konflik Baru
Jokowi minta Cina, Rusia dan AS agar tidak menciptakan ketegangan dan konflik baru
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) memimpin KTT Asia Timur atau ke-18 atau 18th East Asia Summit (EAS) yang digelar di JCC, Senayan, Kamis (7/9/2023). Pada kesempatan itu, dia menyerukan para negara yang berpartisipasi dalam EAS, termasuk di dalamnya Cina, Rusia, dan Amerika Serikat (AS), agar tidak menciptakan ketegangan dan konflik baru.
"Siang ini saya hanya ingin menekankan satu hal, bahwa kita semua yang duduk di ruangan ini memiliki tanggung jawab yg sama-sama besar untuk menciptakan perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan," kata Jokowi dalam pidato pembukaannya.
"Kita semua memiliki tanggung jawab yang sama untuk tidak menciptakan konflik baru, untuk tidak menciptakan ketegangan baru, untuk tidak menciptakan perang baru," tambah Jokowi.
Presiden mengatakan, negara EAS juga memiliki tanggung jawab untuk menurunkan tensi yang panas, mencairkan kebekuan situasi, dan menciptakan ruang dialog guna menjembatani perbedaan-perbedaan di antara mereka.
"Entah sudah berapa banyak kata perdamaian dan stabilitas yang dikeluarkan setiap pertemuan dari kita. Ini tidak lain menunjukkan, pada dasarnya kita semua sadar perdamaian, stabilitas, adalah kunci utama untuk mencapai kemakmuran," ujar Jokowi.
Jokowi menegaskan, ASEAN telah bertekad untuk menjadikan kawasannya sebagai pusat pertumbuhan. ASEAN akan terus bekerja memainkan peran sebagai kontributor perdamaian dan stabilitas.
"Saya akan sangat menghargai jika KTT Asia Timur ini dapat menyepakati pernyataan tingkat pemimpin mengenai tekad untuk terus menjadikan kawasan ini sebagai epicentrum of growth. Di sinilah masyarakat dunia akan menilai apakah kita pemimpin yg memiliki wisdom untuk menjadikan dunia tempat yang lebih baik bagi semua," ucap Jokowi.
Selain para pemimpin negara anggota ASEAN, EAS Summit turut dihadiri Wakil Presiden AS Kamala Harris, Perdana Menteri Cina Li Qiang, Perdana Menteri Australia Antony Albanese, Perdana Menteri India Narendra Modi, dan Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov.