Masalah Istithaah Kesehatan Masih Dibahas di Rakernas Evaluasi Haji 2023

Pengertian istithaah adalah mampu.

Republika/ Fuji E Permana
Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag), Nur Arifin di Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H/ 2023 M, Jumat (8/9/2023).
Rep: Fuji E Permana Red: Muhammad Hafil

REPUBLIKA.CO.ID,BANDUNG -- Di dalam Rakernas Evaluasi Penyelenggaraan Ibadah Haji 1444 H/ 2023 M salah satunya membahas persoalan istithaah kesehatan jamaah haji. Diharapkan keputusan yang dihasilkan rakernas evaluasi haji 2023 ini menjadi peraturan menteri atau peraturan pemerintah (pp) agar menjadi regulasi yang kuat.

Baca Juga


Direktur Bina Umrah dan Haji Khusus Kementerian Agama (Kemenag), Nur Arifin menyampaikan, komisi D pada rakernas evaluasi haji 2023 membahas istithaah kesehatan jamaah haji. Saat ini memang belum ada aturan atau keputusan yang mewajibkan istithaah kesehatan.

"Komisi D (dalam rakernas evaluasi haji 2023) tadi membuat keputusan bahwa perlu diputuskan istithaah kesehatan dan untuk menindaklanjuti itu maka perlu ada regulasi yang mengatur tentang istithaah kesehatan," kata Arifin saat diwawancarai Republika, Jumat (8/9/2023).

Arifin mengatakan, mengenai istithaah kesehatan, rinciannya akan dibahas oleh tim untuk menindaklanjuti hasil rakernas. Nanti juga ada tim kesehatan yang merumuskan regulasinya.

"Tapi secara umum bagaimana pesan Gus Men (menteri agama) bahwa saat ini ada permasalahan itu jamaah haji melunasi dulu (Bipih), baru diperiksa (kesehatannya), ini yang jadi masalah karena apa, tidak enak kalau ternyata tidak sehat, tapi sudah melunasi (Bipih) jadi tetap berangkat (ke Tanah Suci), itu yang terjadi," ujar Arifin.

Arifin menjelaskan, pengertian istithaah adalah mampu, dalam hal ini mampu dari sisi kesehatan. Nanti dari Kementerian Kesehatan (Kemenkes), membuat keputusan kesehatan dan ketetapan apakah calon jamaah haji ini layak atau tidak untuk berangkat ke Tanah Suci.

"Tapi masalah di sidang (rapat) itu juga berkembang, ada yang mengatakan di daerah kami itu yang kemarin bicara dari NTB, sebenarnya orang ini tidak sehat tapi dokter takut untuk memutuskan, karena mereka membawa parang ngancam, kalau ditetapkan tidak sehat, tidak bisa berangkat (ke Tanah Suci), berhadapannya dengan parang," jelas Arifin.

Arifin mengatakan, maka dari sisi perlindungan keamanan, dokter-dokter juga perlu ada perlindungan. Misalnya di Puskesmas ada kepolisian yang menjaga dokternya. Supaya keamanan dokter juga terjaga.

"Sebagian masyarakat kita tujuannya baik memang, tetapi akhirnya tidak bisa menerima informasi ketika dia dinyatakan sakit, apalagi merasa tidak sakit kemudian ternyata diputuskan sakit (tidak istithaah)," ujar Arifin. 

Mengenai kriteria istithaah kesehatan sementara dan permanen, Arifin mengatakan, nanti akan dibahas oleh tim di forum karena belum dibahas sampai rinci. Jadi nanti tim menindaklanjuti hasil sidang komisi. Tapi bayangan ke sana sudah ada wacana, tapi belum ada keputusan hukum dan belum ada regulasinya. Nanti akan dibuat aturannya, minimal aturan menteri, Kemenag dan Kemenkes. Diharapkan bisa jadi peraturan pemerintah lebih baik.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler