8 Desa di Jambi Krisis Air Bersih Akibat Kekeringan

BPBD Jambi berencana menugaskan personel untuk mengatasi krisis air.

Antara/Wahdi Septiawan
Petani menanam bibit padi di Teluk Kenali, Telanaipura, Jambi, Kamis (2/7/2020). Warga setempat memanfaatkan tepian Sungai Batanghari yang surut akibat kemarau guna menanam padi sehingga membantu perekonomian warga.
Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, JAMBI -- Badan penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jambi mencatat dari 1.414 desa di Provinsi Jambi sudah ada delapan desa yang mengalami kekeringan atau mengalami krisis air bersih pada musim kemarau panjang saat ini.

Baca Juga


"Sudah ada delapan desa di Kabupaten Muaro Jambi dan Tanjung Jabung Timur yang mengalami kekeringnan atau kriris air," kata Kepala BPBD Provinsi Jambi Bachyuni Deliansyah, Senin (11/9/2023).

Saat ini, BPBD Jambi sudah melakukan pemetaan dan nantinya akan memperbantukan dan menugaskan personel kalau memang diperlukan untuk membantu warga dalam mengatasi krisis air tersebut di daerahnya masing-masing.

"Iya kekeringan sudah mulai terjadi, saya juga meminta kepada seluruh kepala BPBD kabupaten dan kota untuk membantu air bersih dan koordinasi bersama TNI dan Polri untuk mencatat di mana desa-desanya yang akan mendapatkan bantuan air bersih untuk memenuhi kebutuhan warga setempat," kata Bachyuni.

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisikan (BMKG) Stasiun Meteorologi Sultan Thaha-Jambi mengeluarkan peringatan dini terkait cuaca ekstrem yang terjadi di Provinsi Jambi.

Kepala BMKG Stasiun Meteorologi Sultan Thaha Jambi, Ibnu Sulistyono menyampaikan peringatan dini ini untuk periode 11-16 September 2023 karena masih puncak musim kemarau dan peringatan ini setidaknya potensi asap muncul lagi karena kurang atau rendah curah hujan.

Meskipun beberapa hari lalu Jambi diguyur hujan, namun kabut asap tipis masih terasa di wilayah Kota Jambi. Apalagi, 11 hingga 16 September itu curah hujan kategori rendah, namun pada 17-18 September mendatang potensi pertumbuhan awan hujan sudah naik atau tinggi.

"Dalam waktu itu bisa dilakukan modifikasi cuara (TMC) atau hujan buatan untuk memicu turunnya hujan namun harus tetap waspada pada masa puncak musim kemarau di September dan juga waspada kurangnya air bersih di puncak kemarau,” kata Ibnu.  

sumber : Antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler