Jenderal Andika Sebut Ekonomi Rusia Menyusut karena Invasi ke Ukraina

Ukraina bisa bertahan karena didukung 24 negara dan perusahaan besar melawan Rusia.

Republika.co.id/Erik Purnama Putra
Panglima TNI periode 2021-2022 Jenderal Andika Perkasa menjadi pembicara diskusi bertema Pertahanan Indonesia dan Perkembangan Geopolitik Dunia Terkini di Jakarta Selatan, Rabu (14/9/2023).
Red: Erik Purnama Putra

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Panglima TNI periode 2021-2022 Jenderal (Purn) Andika Perkasa menyarankan agar pemerintah RI menjalin pertemanan sebanyak-banyaknya. Hal itu juga berlaku bagi TNI dalam menjalin hubungan militer dengan negara lain.

Menurut Andika, kebijakan politik RI yang bebas aktif dan militer yang nonblok harus dimanfaatkan dengan baik. RI bisa memilih diam atau tidak menjalin pertemanan sebanyak-banyaknya maupun memilih untuk berteman dengan sebanyak-banyaknya dengan negara lain.

"Saya memilih berteman sebanyak-banyaknya," kata KSAD periode 2018-2021 ini di acara 'Kamu Bertanya, Jenderal Andika Perkasa Menjawab' yang diadakan ISDS di Dignityku Cafe, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Rabu (13/9/2023).

Andika pun mencontohkan kasus invasi Rusia versus Ukraina pada 24 Februari 2022. Hingga saat ini, perang kedua negara masih berlangsung. Meski Rusia secara militer lebih kuat dan besar, namun Ukraina tidak mudah dikalahkan.


Hal itu lantaran Ukraina didukung peralatan perang dari para sekutunya, khususnya anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Setidaknya 24 negara dengan ekonomi dan kekuatan militer skala besar terang-terangan membantu Ukraina dalam melawan invasi Rusia.

Alhasil, Ukraina masih bertahan sampai sekarang. Di sisi lain, Rusia akibat perang berkepanjangan membuat skala ekonominya menurun. Saat ini, Rusia menjadi negara nomor 11 dengan ekonomi terbesar di dunia. Adapun Indonesia berada di urutan ke-16.

Dia pun mengutip laporan Dana Moneter Internasional (IMF) memprediksi pada 2023, ekonomi Rusia mengecil 153 miliar dolar AS atau sekitar Rp 2.348 triliun dibandingkan tahun lalu semenjak berperang dengan Ukraina tanggal 23 Februari 2022.

"Dampak ekonomi negara Rusia mengecil diakibatkan banyaknya keluar biaya perang dengan Ukraina tapi juga negara Rusia juga harus menghadapi embargo dari negara-negara besar sehingga mereka tidak bisa lagi ekspor normal," ucap Andika.

Di sisi lain, Ukraina juga mengalami kontraksi ekonomi akibat perang di angka 35 miliar dolar AS atau sekitar Rp 537 triliun. Penurunan nilai ekonomi tidak sebesar Rusia. Hal itu menunjukkan perang Rusia versus Ukraina berkaitan pula dengan perkawanan.

Alhasil, ketika ekonomi Ukraina juga ikut terdampak minus akibat perang maka tidak sampai terlalu menderita seperti Rusia. "Karena Ukraina hanya terhambat untuk ekspor di Laut Hitam akibat diblokade oleh Angkatan Laut Rusia, tetapi Ukraine tidak mengalami embargo seperti Rusia dan malah justru menerima bantuan dari perusahaan besar dan negara-negara besar lainnya," ucap Andika.

Andika juga berbagi pandangan, negara Kosta Rika, Panama, maupun Luksemburg tidak memiliki personel militer. Bahkan, Luksemburg masuk dalam daftar lima besar negara dengan pendapatan tertinggi di dunia. Namun, semua negara itu tidak pernah kehilangan wilayahnya.

Kasus Timor Timur...

Adapun Indonesia pernah kehilangan Provinsi Timor Timur yang kini merdeka menjadi Timor Leste setelah melalui proses jajak pendapat. Pun Indonesia pernah kehilangan Pulau Sipadan dan Ligitan. Padahal, RI memiliki kekuatan militer dalam jumlah besar. Hal itu menandakan personel militer tidak selalu berbanding dengan kekuatan sebuah negara.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Berita Terpopuler