OJK Minta Masyarakat Cek Kemampuan Bayar Sebelum Pakai Pinjol

Teror itu juga disebut memicu pemecatan pekerjaan.

Republika
Ilustrasi pinjaman online (pinjol).
Rep: Rahayu Subekti Red: Ahmad Fikri Noor

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meminta masyarakat untuk bijak dalam menggunakan layanan pinjaman online (pinjol). Terlebih saat ini muncul sejumlah dampak negatif dari penggunaan layanan pinjol yang tidak bijak.

Baca Juga


"OJK mengimbau konsumen dan masyarakat yang ingin menggunakan layanan fintech lending untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan membayar," kata Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK Aman Santosa dalam pernyataan tertulisnya, Kamis (21/9/2023).

Selain itu, Aman juga meminta masyarakat yang ingin menggunakan layanan pinjol untuk memahami syarat dan ketentuannya. Hal itu termasuk juga dengan bunga, denda, dan rincian biaya yang dikenakan.

"Jika konsumen merasa dirugikan dapat menyampaikan pengaduan ke kontak OJK 157 melalui ojk.go.id, telepon 157, dan whatsapp 081 157 157 157," ucap Aman.

Sebelumnya, OJK sudah memanggil platform AdaKami setelah viralnya dugaan pelanggaran debt collector-nya yang diduga melakukan pelanggaran penagihan. Hal tersebut memicu debitur yang kesulitan membayar melakukan bunuh diri.

Kasus tersebut viral melalui media sosial Twitter, akun @rakyatvspinjol pada 17 September 2023 membagikan thread mengenai adanya pengguna pinjol AdaKami yang bunuh diri akibat penagihan yang tidak wajar. Akun tersebut membagikan tangkapan layar dari masyarakat mengadukan melalui Instagram langsung kepada akun @poldametrojaya.

Akun tersebut menceritakan keluarganya bunuh diri akibat tidak mampu membayar pinjaman di AdaKami. Teror itu juga disebut memicu pemecatan pekerjaan.

Lalu, akun @rakyatvspinjol menceritakan, korban tersebut meminjam kepada AdaKami sebesar Rp 9,4 juta dan harus mengembalikan pinjaman hingga hampir Rp 19 juta. Saat korban telat membayar, teror mulai diterima hingga berujung pemecatan dari tempat bekerja karena debt collector terus menghubungi kantor tempat korban bekerja.

Tak hanya itu, order fiktif pengantaran makanan kerap berdatangan setiap hari. Hingga akhirnya korban tersebut melakukan bunuh diri dengan adanya teror berkepanjangan tersebut.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Berita Terpopuler