Revisi UU ASN Segera Disahkan, Diklaim tak Ada Perbedaan Hak PNS dan PPPK
RUU ASN akan menggabungkan manajemen PNS dan PPPK.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi II DPR bersama pemerintah sepakat dalam pengambilan keputusan tingkat I terhadap revisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN). Keduanya sepakat untuk membawa revisi undang-undang tersebut ke rapat paripurna untuk disahkan menjadi undang-undang.
Salah satu yang akan diatur dalam revisi tersebut adalah tidak adanya perbedaan hak dan kewajiban antara Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Hal tersebut diatur dalam BAB VI terkait hak dan kewajiban.
"Hak dan kewajiban, mengatur tentang hak dan kewajiban pegawai ASN. Tidak ada pembedaan hak dan kewajiban antara Pegawai Negeri Sipil dengan PPPK. Pegawai ASN berhak memperoleh penghargaan dan pengakuan berupa material dan/atau non-material," ujar Ketua Panja revisi UU ASN, Syamsurizal dalam rapat kerja pengambilan keputusan tingkat I bersama pemerintah, Selasa (26/9/2023).
Selain itu, terdapat perubahan komponen hak yang akan diterima oleh PNS dan PPPK dalam revisi UU ASN. Salah satunya adanya penghargaan dan pengakuan yang akan diterima oleh PNS maupun PPPK.
"Perubahan komponen hak, yaitu penghargaan dan pengakuan yang terdiri atas penghasilan penghargaan yang bersifat motivasi, tunjangan dan fasilitas, jaminan sosial, lingkungan kerja, pengembangan diri, dan bantuan hukum," ujar Syamsurizal.
Selanjutnya dalam BAB VIII terkait manajemen ASN, akan mengatur tentang manajemen ASN. RUU tersebut akan menggabungkan manajemen PNS dan PPPK menjadi manajemen ASN, sehingga tidak ada pembedaan antara manajemen PNS dengan PPPK.
"PNS dan PPPK sama-sama memiliki pengembangan talenta, dan karir, serta jaminan pensiun," ujar politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu.
Revisi UU ASN sendiri akan dibawa ke rapat paripurna DPR terdekat untuk disahkan menjadi undang-undang. Ketua Komisi II Ahmad Doli Kurnia Tandjung menjelaskan, prioritas dari undang-undang tersebut adalah untuk menjadi payung hukum penyelesaian masalah tenaga honorer.
"Kami juga sudah sepakat di Komisi II untuk mengawal secara sungguh-sungguh dan serius untuk penyelesaian masalah honorer itu," ujar Doli.