Bapemperda DPRD Jabar Tekankan Urgensi Raperda Kepariwisataan
Perda yang ada dinilai memerlukan perubahan dan harmonisasi dengan undang-undang.
REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG — DPRD Provinsi Jawa Barat (Jabar) mendorong pembentukan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan. Pasalnya, perda yang ada dinilai membutuhkan perbaikan dan harmonisasi dengan ketentuan undang-undang serta perkembangan terkini dalam sektor kepariwisataan.
Di Jabar sudah ada Perda Nomor 8 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan. Namun, anggota Badan Pembentukan Perda (Bapemperda) DPRD Jabar R Yunandar Rukhiadi Eka Perwira mengatakan, perda tersebut belum selaras dengan Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan.
“Perda Nomor 8 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan yang kita punya ini sudah out of date atau kedaluwarsa sehingga perlu segera dilakukan perubahan, perbaikan, atau harmonisasi,” kata Yunandar, Selasa (26/9/2023).
Yunandar menilai, Perda Jabar Nomor 8 Tahun 2008 tak lagi relevan dengan tuntutan, serta perkembangan kepariwisataan. Apalagi, kata dia, sudah banyak juga ketentuan lain terkait kepariwisataan dari pemerintah pusat, yang harus segera disesuaikan dengan kebijakan daerah. Karena itu, ia menekankan urgensi pembentukan Raperda tentang Penyelenggaraan Kepariwisataan, yang disesuaikan dengan perkembangan dan ketentuan terkini.
Sejak 2015, menurut Yunandar, pemerintah pusat sudah mempunyai dokumen terkait rencana strategis Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf). Intinya, kata dia, pemerintah memandang penting sektor kepariwisataan demi pembangunan perekonomian nasional, pengembangan wilayah, dan kesejahteraan masyarakat.
“Salah satu dari industri jasa ini pun telah memberikan kontribusi dalam menyumbangkan devisa, kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB), dan tentunya menciptakan lapangan pekerjaan,” kata Yunandar.
Selain kontribusi terhadap perekonomian, Yunandar mengatakan, sektor pariwisata juga dinilai berperan penting dalam pelestarian sosial, budaya dan lingkungan, termasuk dianggap mampu meningkatkan rasa cinta tanah air.
Menurut Yunandar, pariwisata juga terkait dengan pemenuhan hak asasi manusia. “Saat ini pun kepariwisataan harus memenuhi hak asasi manusia, yaitu hak atas rekreasi. Rekognisi terhadap Pasal 24 dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia sudah disebutkan dalam konsiderans menimbang huruf B Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan, dan hak untuk berekreasi juga menjadi bagian dari hak atas pekerjaan,” ujar Yunandar.