Erick: Bursa Karbon Akan Jamin Industrialisasi dan Industri Hijau Berjalan Beriringan
Semua pihak sangat penting untuk peduli terhadap pengurangan emisi gas Karbon ini.
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan Bursa Karbon akan menjadi jalan tengah yang dapat memberikan keseimbangan antara pertumbuhan industri dengan perlindungan lingkungan. Dengan adanya Bursa Karbon, Indonesia dapat tetap menggenjot industrialisasi sekaligus sanggup menekan emisi gas karbon (CO2) yang diproduksi.
“Ini era baru yang terjadi, bahwa sebagai negara industri ada konsekuensinya, lapangan pekerjaan akan dibutuhkan, kemajuan teknologi akan dibutuhkan, infrastruktur, hingga manufaktur, kita dorong. Namun saat kita melakukan industrialisasi (tersebut), kita memproduksi CO2. Jadi polusi. Bahwa CO2 ini kita masukan ke dalam proses (Bursa) Karbon, supaya kita bisa tetap lebih mendorong industrialisasi, tetapi tugas green emission tetap terpenuhi,” ujar Erick usai menanam pohon secara simbolis dalam Program Gotong Royong Boyong Pohon di halaman Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu (27/9/2023).
Erick menegaskan, pihaknya terus mendorong agar BUMN yang pertama masuk dan aktif dalam Bursa Karbon. Untuk tahap pertama, dirinya memberikan apresiasi kepada PT Pertamina (Persero) yang telah menjadi pihak penjual (penyedia unit karbon) pada perdagangan perdana di Bursa Karbon.
Seperti dilaporkan oleh Bursa Karbon (IDXCarbon) bahwa pada perdagangan hari pertama (26 September 2023) terdapat Penyedia Unit Karbon yaitu Pertamina New and Renewable Energy (PNRE). PNRE menyediakan Unit Karbon dari Proyek Lahendong Unit 5 dan Unit 6 PT Pertamina Geothermal Energy Tbk.
Adapun perusahaan-perusahaan yang berperan sebagai pembeli Unit Karbon pada perdagangan perdana IDXCarbon, diantaranya adalah beberapa BUMN, yaitu PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT BNI Sekuritas, PT BRI Danareksa Sekuritas (bagian dari PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk), PT Pertamina Hulu Energi, dan PT Pertamina Patra Niaga.
Selain BUMN, pembeli karbon pada perdagangan perdana kemarin adalah PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank CIMB Niaga Tbk, PT Bank DBS Indonesia, PT CarbonX Bumi Harmoni, PT MMS Group Indonesia, PT Multi Optimal Riset dan Edukasi, PT Pamapersada Nusantara, PT Pelita Air Service, PT Truclimate Dekarbonisasi Indonesia, dan PT Udara Untuk Semua (Fairatmos).
Menurut Erick, semua pihak sangat penting untuk peduli terhadap pengurangan emisi gas Karbon ini. Sebab, Indonesia merupakan salah satu pemilik kantung guna menaruh CO2 di dalam tanah, bekas pertambangan minyak atau gas.
"Nah kita nomor satu, terbesar, di Asia Tenggara. Mungkin salah satu terbesar di Dunia. Kita mendahulukan BUMN. Ini yang pertama, Pertamina kemarin. Kita ada Inhutani, dan lainnya yang bisa saling kolaborasi. Penting sekali kita peduli," ucap Erick.
Pada saat yang sama, ujar Erick, BUMN juga mendorong program-program penghijauan lain yang simultan sebagai Upaya menurunkan emisi gas rumah kaca (CO2) itu. Salah satunya adalah dengan menanam 100 ribu pohon serentak baik oleh karyawan BUMN (sebanyak 70 ribu) maupun masyarakat umum (30 ribu).
Penanaman pohon ini diharapkana akan membantu menekan polusi di Jakarta. Apalagi polusi di Jakarta tersebut membutuhkan waktu 6 tahun sampai dengan 8 tahun untuk pulih kembali. Aset BUMN yang dimiliki akan didorong untuk membantu menekan polusi itu.
"Bisa dengan menanam pohon, supaya bisa lebih baik. Kami juga sudah menerbitkan Peraturan Menteri BUMN mewajibkan menggunakan kendaraan listrik, tetapi bertahap. Dua sampai 3 tahun, karena kan industrinya baru terjadi," kata Erick.